Jakarta Diguncang Gempa (lagi), Makin Mantap Pindah Ibu Kota Nih?

Jakarta Diguncang Gempa (lagi), Makin Mantap Pindah Ibu Kota Nih?

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 07 Feb 2022 06:05 WIB
Sejumlah mobil melintas di jalan kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan. ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/wsj.
Foto: ANTARA FOTO/BAYU PRATAMA S
Jakarta -

Kalimantan Timur (Kaltim) dipilih pemerintah sebagai lokasi pemindahan ibu kota negara (IKN) karena minim risiko bencana alam. Sementara DKI Jakarta, beberapa kali dalam waktu berdekatan diguncang gempa yang berpusat di Banten.

Awalnya gempa berkekuatan magnitudo (M) 6,7 yang berpusat di Sumur, Banten pada Jumat (14/1). Lalu pada Jumat (4/2) gempa berkekuatan M 5,5 kembali terjadi di Bayah, Banten. Kedua guncangan itu diikuti gempa susulan (aftershock) dengan kekuatan yang lebih rendah.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal mengatakan kondisi bencana alam yang menimpa DKI Jakarta ini semakin memperkuat pemindahan ibu kota ke Kaltim. Pasalnya di sana lebih aman dari gempa daripada Pulau Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebetulnya (gempa) bukan akhir-akhir ini saja karena bencana alam itu periodik ya dan memang pulau Jawa salah satu yang rawan gempa, beda dengan Kalimantan yang memang lebih aman dari gempa. Itu juga salah satu alasan kenapa pindah ke sana. Jadi alasan ini saya pikir memang memperkuat untuk pemindahan ibu kota," kata Faisal kepada wartawan, Minggu (6/2/2022).

Faisal menilai pemindahan ibu kota memang diperlukan mengingat beban DKI Jakarta sebagai ibu kota yang sudah semakin banyak. Hanya saja yang dipermasalahkan adalah waktunya tidak tepat jika dilakukan di tengah pandemi COVID-19 saat ini.

ADVERTISEMENT

"Jadi ada sesuatu yang memang urgent untuk dipertimbangkan, bukan berarti pindah ibu kota tidak perlu dilakukan, saya rasa perlu, cuma masalahnya disesuaikan timing-nya dan kemampuan kapasitas finansial kita karena kita pengin pembangunan ibu kota mempertimbangkan segala macam aspek seperti budaya, hak-hak masyarakat setempat, kelestarian lingkungan dan lain-lain," tuturnya.

Pandangan lain disampaikan Pengamat Kebijakan Publik Harryadin Mahardika. Menurutnya pemindahan ibu kota saat ini kurang tepat karena belum ada kesepakatan nasional secara utuh.

"Menurut saya pemindahan ibu kota kurang tepat karena belum ada konsensus nasional secara utuh dan konstitusional," bebernya.

Lagi pula, kata Harryadin, Kaltim sebagai lokasi ibu kota baru juga tidak luput dari bencana alam. "Di Kaltim juga ada bencana yang lebih sering dan sama berbahayanya, yaitu banjir dan kebakaran hutan," tandasnya.

Simak juga video 'Respons BMKG atas Rentetan Gempa Guncang Sejumlah Wilayah di Indonesia':

[Gambas:Video 20detik]



Jakarta mau tenggelam? Klik halaman berikutnya.

Melansir Buku Saku Pemindahan IKN yang dikeluarkan Kementerian PPN/Bappenas, wilayah Jakarta saat ini terancam bahaya banjir dan gempa bumi. Selain itu tercatat tanah turun mencapai 35-50 cm selama kurun waktu 2007-2017, dengan rata-rata penurunan muka air tanah 7,5-10 cm per tahun.

Lalu sekitar 50% wilayah Jakarta memiliki tingkat keamanan banjir di bawah 10 tahunan. Padahal ideal kota besar minimum 50 tahunan.

Selain itu dari sisi kualitas air, 57% air waduk tercemar berat dan 61% air sungai juga tercemar berat. Dari sisi ketangguhan, terjadi kenaikkan muka air laut sebesar 25-50 cm pada tahun 2050.

Pengamat Kebijakan Publik Agus Pambagio mengatakan pemindahan ibu kota ke Kaltim harus berdasarkan studi kelayakan teknis dan non teknis yang benar. Dia mengingatkan jangan sampai keputusan itu gagal di tengah jalan.

"Semua dunia akan tenggelam kalau perubahan iklim tidak dikendalikan. Pindah ibu kota harus tergantung studi kelayakan teknis dan non teknis yang benar, bukan berdasarkan putusan politik yang tergesa-gesa. Pelajari mengapa banyak negara gagal pindah dan banyak negara berhasil," imbuhnya.


Hide Ads