Kereta Cepat Rp 87 T Cuma 150 Km, Rp 105 T Bisa Bangun Rel 6.000 Km di Luar Jawa

Kereta Cepat Rp 87 T Cuma 150 Km, Rp 105 T Bisa Bangun Rel 6.000 Km di Luar Jawa

Feby Dwi Sutianto - detikFinance
Rabu, 02 Sep 2015 12:45 WIB
Jakarta - Jaringan kereta api di Indonesia saat ini baru tersedia hanya di Pulau Jawa dan Sumatera. Fasilitas dan jaringan terlengkap di Indonesia hanya tersedia di Pulau Jawa, di Sumatera tidak semua daerah tersambung oleh jaringan kereta.

Sedangkan Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan dan Pulau Papua belum sama sekali tersambung dengan angkutan transportasi berbasis rel.

Untuk menyambungkan 4 pulau besar di Indonesia, di luar Pulau Jawa, sepanjang 6.181 km dengan jaringan kereta diperlukan dana asumsi setidaknya Rp 105,8 triliun hanya untuk bangun rel, dari anggaran APBN. Kebutuhan dana ini sedikit di atas dari kebutuhan untuk membangun kereta cepat Jakarta-Bandung 150 Km senilai Rp 78-87 triliun termasuk untuk rel dan kereta, yang kini sempat jadi kontroversi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kepala Sub bagian Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Joice Hutajulu merinci kebutuhan dana pembangunan jaringan kereta di Sumatera. Setidaknya diperlukan dana Rp 41 triliun untuk melakukan reaktivasi 111 Km jalur lama, 1.400 Km pembangunan jalur baru dan pembangun double track 80 Km.

Sedangkan untuk Sulawesi, Kemenhub akan membangun 1.800 Km jalur kereta baru senilai Rp 1,25 triliun.

"Kalimantan 2.400an Km butuh Rp 23 triliun. Khusus Papua rute Sorong Manokwari butuh Rp 10,3 triliun dengan panjang 390 Km," ujar Joice kepada detikFinance Rabu (2/9/2015).

Bila dilihat kebutuhan dana pengembangan jaringan kereta di luar Pulau Jawa, selisihnya tidak jauh dengan pengembangan kereta cepat (High Speed Train/HST) Jakarta-Bandung sepanjang 150 Km yang membutuhkan investasi Rp 87 triliun (versi usulan Jepang). Bahkan bila rencana jaringan kereta cepat Jakarta-Bandung dilanjutkan menuju Cirebon Jawa Barat, maka kebutuhan investasinya lebih besar.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah mengatakan, biaya pembangunan kereta cepat ini tak menggunakan uang APBN. "Begini ya, kereta cepat itu tidak memakai uang APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara), dari investasi (investor)," kata Jokowi beberapa waktu lalu.

Skema pembiayaan yang ditawarkan Jepang dan China memang berbeda. Tawaran China cenderung tak melibatkan anggaran APBN secara langsung karena melibatkan BUMN, namun BUMN meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) salah satunya untuk kereta cepat. Sedangkan dalam skema yang ditawarkan Jepang, ada peluang masuknya pembiayaan langsung yang berasal dari pemerintah atau APBN.

(feb/hen)

Hide Ads