Sebab, tidak jarang beberapa rumah mewah di kawasan Jakarta masuk ke dalam pengawasan ketat oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI Jakarta.
BPRD Provinsi DKI Jakarta melakukan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 16 Tahun 2011 tentang Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Di dalam Perda tersebut diatur mengenai subjek pajak, wajib pajak, objek pajak dan tarif PBB-P2.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada empat tarif PBB-P2 yang berlaku berdasarkan perda tersebut, yaitu tarif 0,01% untuk (NJOP < Rp 200 juta), tarif 0,1% untuk (NJOP Rp 200 juta sampai dengan < Rp 2 miliar), tarif 0,2% untuk (NJOP Rp 2 miliar sampai dengan < Rp 10 miliar) dan tarif 0,3% untuk (NJOP Rp 10 miliar atau lebih).
Kepada detikFinance, Kamis (18/5/2017). Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Yustinus Prastowo memberikan simulasi hitungan tarif PBB yang dimaksud. Dia menyebutkan, pengenaan tarif PBB dasarnya berasal dari nilai jual kena pajak (NJKP). Di mana, NJKP diperoleh dari NJOP dikurangi NJOP tidak kena pajak (NJOPTKP).
Misalnya, NJOPTKP sebesar Rp 500 juta, berarti NJOP 500 meter x Rp 25 juta = Rp 12,5 miliar. Maka tarif sesuai perda menggunakan tarif 0,3% untuk (NJOP Rp 10 miliar atau lebih).
Berarti, Rp 12,5 miliar dikurang Rp 500 juta = Rp 12 miliar, lalu dikalikan 0,3%. Maka tarif rumah mewah tersebut sebesar Rp 36 juta.
"Jadi biaya PBB ditentukan dengan harga tanah yang ditentukan lokasi, dan NJOPTKP yang ditentukan Pemda," jelasnya.
(mkj/mkj)