Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan, Brahmantya Satyamurti mengungkapkan kelangkaan garam di beberapa daerah tersebut disebabkan oleh anomali cuaca yang tengah terjadi. Sehingga petambak garam di beberapa daerah sentra penghasil garam belum mulai panen.
"Saat ini terjadi anomali iklim dari awal tahun," ujar Brahmantya dalam jumpa pers di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Jakarta Pusat, Rabu (26/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hasil verifikasi ini nanti akan menjadi dasar kita dalam merekomendasi impor garam konsumsi untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi pada tahun 2017," tutur Brahmantya.
Dari rapat koordinasi antar Kementerian dan Lembaga tersebut, pihaknya mengungkapkan bahwa Kementerian Perdagangan akan menerbitkan izin impor garam kepada PT Garam (Persero) selaku BUMN untuk mencukupi kebutuhan garam nasional. Hal ini juga perlu dilakukan penyesuaian Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam.
"Di mana mensyaratkan adanya penyesuaian Permendag 125 tahun 2015 terkait kadar NHCL yang disesuaikan dengan Peraturan Perindustrian Nomo 88 tahun 2014," kata Brahmantya.
Saat ini, KKP juga tengah menyusun regulasi tambahan untuk mengendalikan impor garam. Sebelum menerbitkan regulasi yang nantinya berbentuk peraturan menteri, KKP akan melakukan koordinasi dengan pihak terkait agar senada dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudi Daya Ikan, dan Petambak Garam.
Volume impor garam, kata Brahmantya akan diseimbangkan dengan produksi garam dalam negeri. Sehingga tidak membuat produksi garam dalam negeri lesu.
"Kita tidak boleh mematikan industri yang memproduksi garam industri, misalnya pengasinan. Kita kan juga selalu sensus garam setiap tahunnya oleh BPS," ujar Brahmantya.
Ia mengatakan, saat ini Badan Pusat Statistik (BPS) tengah melakukan pendataan produksi garam nasional. Angka ini nantinya menjadi dasar kebutuhan impor garam dalam negeri.
"Kalau tetap kurang kan masalah neraca kebutuhannya harus sama. Bagaimana juga nanti kalau hasil verifikasinya masih kurang nanti kita lihat seberapa sih level amannya?" ujar Brahmantya. (dna/dna)