Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Djoko Udjianto memandang target tersebut tidak masuk akal. Bahkan dia menuding pemerintah tidak serius dalam mengumpulkan penerimaan negara.
"Pemasukan negara itu salah satunya PNBP. Kalau pengeluaran semua berpacu besar-besaran, Tapi ketika meng-collect pemasukan semuanya menghindar," tuturnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (19/9/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Target PNBP tersebut terdiri dari target PNBP pertambangan minerba sebesar Rp 16,78 triliun. Angka itu turun dari target di APBN-P 2017 debesar Rp 17,85 truliun. Begitu juga di sektor perikanan yang juga targetnya turun dari Rp 950 miliar menjadi Rp 494 miliar.
Sementara untuk target PNBP sektor kehutanan ditargetkan naik dari APBN-P 2017 sebesar Rp 3,9 triliun menjadi Rp 4,1 triliun. PNBP dari sektor panas bumi juga ditargetkan naik dari posisi APBN-P 2017 sebesar Rp 671,26 miliar menjadi Rp 700,59 miliar
Djoko mengkritisi terkait target PNBP minerba. Menurutnya masih bisa lebih besar lantaran harga batu bara yang saat ini cenderung meningkat.
"Saya ingin berikan data yang bener. Apakah harga batu bara turun? Padahal 2017 ini sudah di atas US$ 70 dolar. Untuk panas bumi naik ya saya rasa nyenengin kita saja," sindirnya.
Dia juga mengkritisi penurunan target PNBP dari sektor perikanan yang turun hampir 50%. Menurut Djoko, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kerja keras menurunkan penangkapan ikan dengan kegiatan ilegal, seharusnya produksi ikan dalam negeri juga sudah meningkat.
"Katanya penangkapan ikan ilegal fishing seperti pakai bom merugikan negara Rp 30 triliun, tapi kok penerimaannya segitu-segitu saja," tambahnya.
Dia berharap pemerintah bisa lebih serius dalam mengejar target penerimaan negara. Untuk itu dia ingin agar target PNBP non migas bisa direvisi.
"Saya terus terang sangat prihatin bicara PNBP enggak ada yang berani target yang realistis saja, enggak usah bombastis. Tapi ini saja enggak realistis. Ini perlu ditajamkan lagi, saya tidak yakin PNBP segitu kecilnya," tandasnya. (mkj/mkj)