Ekonomi wilayah Sumatera tumbuh cukup stabil pada triwulan II-2017, dibanding triwulan I-2017. Sedangkan ekonomi Maluku-Papua (Mapua) dan Bali-Nusa Tenggara tumbuh meningkat, namun tak mampu menopang peningkatan pertumbuhan Kawasan Timur Indonesia.
Mengutip hasil publikasi Bank Indonesia (BI) mengenai Laporan Nusantara 2017 pada Agustus 2017, Senin (30/10/2017), belum kuatnya perbaikan ekonomi pada triwulan II-2017 tercermin dari pertumbuhan ekonomi provinsi di hampir seluruh wilayah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertumbuhan terendah terjadi di Nusa Tenggara Barat (NTB), di mana tercatat negatif/minus 1,98 persen. NTB menjadi satu-satunya provinsi yang tumbuh negatif tahun ini, walaupun cenderung membaik dari triwulan lalu yang sebesar -3,74 persen.
Perekonomian Jawa: Ekspor, Investasi, dan Konsumsi Pemerintah Buruk
Bank sentral dalam laporannya mencatatkan perekonomian di Jawa pada triwulan II-2017 tumbuh melambat, karena menurunnya kinerja ekspor dan konsumsi pemerintah. Ekonomi Jawa tumbuh 5,41 persen, lebih rendah dibanding triwulan II-2017 yang sebesar 5,68 persen.
Perlambatan terjadi secara berurut, dari yang terdalam di DKI Jakarta, Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Meski konsumsi rumah tangga masih tumbuh membaik, namun penurunan kinerja ekspor, investasi, dan konsumsi pemerintah menahan ekonomi Jawa untuk tumbuh lebih tinggi. Perlambatan ekspor luar negeri Jawa terjadi di hampir seluruh komoditas, kecuali logam dasar. Ekspor kendaraan bermotor bahkan terkontraksi cukup dalam, karena turunnya permintaan ekspor ke ASEAN, khususnya Filipina.
Perekonomian Sumatera: Penyaluran Dana Bansos dan Gaji ke-13 PNS Tertunda
Sumatera pada triwulan II-2017 ditopang konsumsi rumah tangga. Ekonomi Sumatera tumbuh 4,09%, sama dengan triwulan sebelumnya. Separuh provinsi tumbuh meningkat, sedangkan separuh lainnya tumbuh melambat, antara lain Kepulauan Bangka Belitung, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu, dan Lampung. Di tengah menguatnya konsumsi rumah tangga karena adanya Ramadan, Hari Raya Idul Fitri, dan libur panjang; kinerja konsumsi pemerintah, investasi dan ekspor Sumatera justru melemah.
Senada dengan kondisi di Jawa, konsumsi pemerintah di Sumatera terkontraksi akibat tertundanya penyaluran dana bansos serta bergesernya pencairan gaji ke-13 PNS. Tekanan investasi terutama terjadi untuk investasi bangunan karena kendala realisasi proyek infrastruktur di Sumatera Selatan serta kecenderungan penundaan pembangunan pabrik baru di Riau oleh sektor swasta. Sementara dari sisi ekspor, penurunan harga komoditas CPO, karet, dan timah membuat ekspor luar negeri Sumatera tumbuh melambat.
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI): Dana Desa Belum Optimal dan Bansos Tertunda
Ekonomi KTI tumbuh melambat dari 5,01% menjadi 4,86% pada triwulan II-2017. Lebih dari separuh provinsi di KTI mengalami kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah, terutama di wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Selain karena pergeseran gaji ke-13 dan tertundanya bansos, realisasi dana desa yang belum optimal serta efisiensi anggaran di beberapa Pemda menjadi penyebab utamanya.
Selain konsumsi pemerintah yang terkontraksi di kedua wilayah, kinerja ekspor juga tumbuh melambat seiring melemahnya harga komoditas seperti batu bara (Kalimantan) dan CPO atau minyak sawit (Sulawesi). Selain itu, investasi di Kalimantan terkait kilang minyak juga mengalami penurunan. Hal ini berbeda dengan investasi di Sulawesi yang justru meningkat karena berlanjutnya proyek pembangunan kawasan industri, pembangkit listrik, dan pabrik pengolahan.
Perekonomian Bali-Nusa Tenggara, Maluku dan Papua: Membaik Secara Keseluruhan
Ekonomi kedua wilayah regional ini masing-masing tumbuh 3,14% dan 4,52%, lebih tinggi dibanding triwulan lalu yang tumbuh 2,49% dan 4,09%. Akselerasi pertumbuhan ekonomi kedua wilayah ini didorong oleh ekspor mineral tembaga (NTB dan Papua) sejalan dengan relaksasi izin ekspor mineral. Selain itu, ekspor jasa (Bali) dan nikel (Maluku Utara) juga meningkat. Investasi di Bali-Nusa Tenggara (Balinusra) menyumbang pertumbuhan yang lebih tinggi, seiring percepatan realisasi proyek pasca perubahan nomenklatur serta perbaikan birokrasi dan perizinan. Sementara, konsumsi rumah tangga di Maluku dan Papua (Mapua) juga meningkat karena Ramadan dan Idul Fitri. Pertambangan dan perdagangan menopang kenaikan pertumbuhan di kedua wilayah, meski tertahan oleh menurunnya kinerja pertanian.
"Hingga akhir tahun 2017, perekonomian diperkirakan tumbuh di kisaran 5,0%-5,4%, lebih tinggi dibanding 2016; meski tidak sekuat perkiraan sebelumnya," demikian proyeksi BI.
Perbaikan pertumbuhan ekonomi 2017 diperkirakan terjadi tidak merata di seluruh wilayah. Optimisme konsumen diperkirakan akan mampu menjadi pondasi pertumbuhan konsumsi rumah tangga serta perdagangan antar daerah; meski tidak sekuat perkiraan sebelumnya.
Selain itu, pembangunan infrastruktur pemerintah di berbagai daerah diprakirakan mampu mendorong peningkatan investasi fisik.
"Beberapa paket kebijakan pemerintah terkait deregulasi perizinan dan berbagai insentif investasi diperkirakan mampu menarik investasi swasta yang lebih tinggi di sepanjang 2017. Selain itu, perbaikan kondisi ekonomi dan capaian positif tax amnesty diharapkan mampu mendukung kondisi fiskal dan kinerja konsumsi pemerintah yang lebih baik, meski masih terdapat potensi short fall pajak," terang BI.
Sementara itu, prakiraan meningkatnya ekspor di berbagai daerah juga ditopang oleh perbaikan perekonomian dunia, yang akan mendorong volume perdagangan dunia, serta didukung perbaikan harga komoditas seperti minyak, gas alam, CPO, karet, aluminium, timah, dan nikel. (wdl/wdl)