Sejumlah petani mengaku mengalami kerugian besar. Bahkan tidak sedikit dari mereka akan kesulitan melakukan tanam bawang pada masa tanam berikutnya mengingat modal yang dikeluarkan belum kembali.
"Ada sekitar 100 ribu hingga 125 ribu ton bawang petani di Brebes yang belum terserap. Banyaknya stok ini menyebabkan harga bawang belum bisa merangkak naik. Harga jual saat ini masih jatuh," ungkap Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI), Juwari, Senin (29/1/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Langkah pemerintah melalui Bulog menyerap bawang petani, menurut Juwari sama sekali belum efektif. Sebab, dalam penyerapan itu hanya membeli 2 ton bawang per minggu. Bahkan, gudang bawang milik Bulog di klampok masih kosong.
Untuk itu, pihaknya meminta agar Bulog harus terus menyerap dengan menambah kuota. Hasil penyerapan itu kemudian didistribusikan ke daerah-daerah yang stoknya masih kurang dan harganya mash tinggi di atas 20.000/kg.
"Kami juga mengusulkan agar pemerintah harus menggalakkan industrialisasi bawang merah. Sehingga bawang tidak hanya dijual dalam bentuk sayur, tetapi dipasarkan dalam bentuk olahan, seperti bawang goreng, tepung, pasta dan minyak bawang," katanya.
Sebagai Ketua ABMI, Juwari mengusulkan, agar anggaran pemerintah tidak hanya untuk budidaya, melainkan untuk membangun teknologi paska panen untuk pengolahan bawang. Alasannya, kata dia mareba Brebes sudah swasembada bawang merah.
"Karena itu, anggaran jangan hanya dialokasikan untuk budidaya, tetapi juga pada teknologi pasca panen dan teknologi pengolahan harus di kembangkan. Ini juga perlu mendapat sentuhan," ujarnya.
Akibat anjloknya harga bawang itu, petani Brebes rata-rata mengalami kerugian Rp 5.000/ kg. Sebab, saat ini harga bawang super paling mahal Rp 7.000/ kg. Sedangkan untuk titik impas di harga Rp 12.800/kg.