Kemudian, satuan dan/atau volume, penghitungan biaya hidup, pertambahan kekayaan bersih, berdasarkan surat pemberitahuan atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya, proyeksi nilai ekonomi, dan penghitungan rasio.
Kebijakan ini diatur dalam Peraturan Menteri (PMK) Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain untuk Menghitung Peredaran Bruto bagi Wajib Pajak (WP). Berlaku mulai 12 Februari 2018.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, aturan pelaksanaan kebijakan tersebut akan dirinci lagi lewat Peraturan Dirjen Pajak.
"Sesuai UU KUP, WP Badan, dan WP OP yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas wajib menyelenggarakan pembukuan, kecuali peredaran usaha sampai dengan Rp 4,8 miliar per tahun, karena tarif 1% sesuai PP 46 tahun 2013," kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (2/3/2018).
Beleid ini untuk memberikan kepastian hukum kepada wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tapi ternyata tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan pencatatan atau pembukuan atau tidak memperlihatkan pencatatan atau bukti pendukungnya.
Kebijakan ini juga untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (5) UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, perlu menetapkan peraturan menteri keuangan tentang cara lain untuk menghitung peredaran bruto.
Sebagai informasi, dalam APBN 2018 penerimaan negara ditarget Rp 1.894,7 triliun, sekitar Rp 1.618,1 triliun berasal dari perpajakan.
Setoran pajak 2018 ditargetkan mencapai Rp 1.423,9 triliun, Sementara itu untuk penerimaan bea masuk ditargetkan sebesar Rp 35,7 triliun dan bea keluar Rp 3 triliun. Cukai sendiri ditargetkan pada 2018 bisa mencapai Rp 155,4 triliun. (hns/hns)