-
Kementerian Agama (Kemenag) tak lagi mengelola dana haji di awal 2018 ini. Hal ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Keuangan Haji.
Dalam PP yang telah ditandatangi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) tersebut, dana haji resmi dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH). Beleid ini ditandatangani Presiden Jokowi pada 13 Februari 2018.
Tak hanya memegang dana pelaksanaan ibadah haji, BPKH juga nantinya akan mengelola dana efisiensi penyelenggaraan ibadah haji. Dalam beleid itu, tertuang tata cara pengeluaran penempatan, dan investasi keuangan haji yang bisa dilakukan oleh BPKH.
Nantinya, semua aset, modal, dan kewajiban pengelolaan dana Haji harus sudah masuk ke rekening BPKH maksimal enam bulan sejak dibentuknya BPKH. Kemudian biaya pelaksanaan haji ini nanti dihimpun ke dalam bank-bank yang ditunjuk sebagai Bank Penerima Setoran Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPS BPIH).
Kepala Badan Pelaksana BPKH Anggito Abimanyu mengaku masih belum bisa memberikan informasi secara pasti berapa jumlah dana haji 2018. Pasalnya dana tersebut masih dalam perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Tunggu hasil auditnya berapa. (Pengelolaannya) Sudah diserahkan, tapi kami tunggu hasil auditnya untuk legalisasi lah berapa angkanya," kata Anggito kepada
detikFinance, pekan lalu.
Walau belum bisa memastikan jumlah dana haji tahun ini, namun dia mengatakan dana haji 2018 lebih tinggi dari tahun sebelumnya. Jumlah dana haji 2017 sendiri tercatat sekitar Rp 96 triliun.
Untuk tahun ini, Anggito memperkirakan jumlah dana haji yang dikelola mencapai Rp 100 triliun. Namun semua itu masih berdasarkan perhitungannya, dan belum secara pasti lantaran masih ada di BPS.
"Di atas Rp 100 triliun sedikit lah, Rp 102 atau berapa. Saya kurang tahu persisnya, karena kita belum bisa menyampaikan sambil menunggu hasil audit BPK," kata dia.
Dalam PP 5/2018 disebutkan bahwa ada beberapa pilihan instrumen yang bisa digunakan untuk mengelola dana haji. Instrumen dipilih sesuai prinsip syariah dengan mempertimbangkan aspek keamanan, kehati-hatian, nilai manfaat, dan likuiditas.
Instrumen yang pertama ialah dalam bentuk produk perbankan syariah seperti giro, deposito berjangka, dan tabungan. Kemudian, sisanya dialokasikan untuk investasi, mulai dalam bentuk surat berharga, emas, investasi langsung, dan investasi lainnya.
Untuk pengelolaan dana haji dalam bentuk penempatan pada perbankan syariah paling banyak 50% dari total penempatan dan investasi keuangan haji. Artinya, bila dana haji 2018 sebesar Rp 100 triliun, maka setengahnya atau sebanyak Rp 50 triliun bisa dimasukkan pada perbankan syariah.
Namun, setelah tiga tahun BPKH terbentuk, jumlah dana pengelolaan di perbankan syariah turun 20%. Penempatan produk perbankan syariah paling banyak 30% dari total penempatan dan investasi keuangan haji.
Sisa dana haji tersebut, kemudian bisa dimasukkan dalam bentuk Investasi langsung paling banyak 20%, investasi lainnya paling banyak 10%, kemudian 5% dana dialokasikan ke instrumen investasi emas, dan sisanya masuk di surat berharga syariah negara (SBSN).
Anggito mengaku saat ini pihaknya masih menyusun rencana yang tepat dalam mengelola dana haji tersebut. Dia masih belum bisa merinci bakal seperti apa mengelola dana haji itu nantinya.
"Ya kita nggak tahu karena ini kan PP-nya masih dipelajari, kemudian kita masih susun rencana, baru mau dibahas dengan dewan rencana, dan masih harus dibawa ke DPRD," kata Anggito.
Anggito memperkirakan pihaknya bisa selesai melakukan semua perencanaan ini pada akhir Maret 2018. Dengan begitu, maka dana haji yang diperkirakan mencapai Rp 100 triliun tersebut bisa dikelola.
"Maret, akhir maret. Tergantung jadwal DPR," katanya.
BPKH telah menunjuk 31 bank penerima setoran biaya penyelenggaraan ibadah haji (BPS-BPIH) untuk periode April 2018 sampai Maret 2021.
BPS-BPIH tidak hanya berfungsi sebagai penerimaan setoran awal, pembatalan dan setoran lunas jamaah haji, tapi juga untuk fungsi penempatan, likuiditas, operasional, nilai manfaat dan mitra investasi.
Dari 31 BPS-BPIH itu meliputi, 23 BPS-BPIH Penerimaan, 3 BPS-BPlH Operasional, 7 BPS-BPlH Likuiditas, 27 BPS-BPM Penempatan, 6 BPS-BPlH Nilai Manfaat dan 11 BPS-BPIH Mitra investasi.
Setelah terpilih menjadi BPS-BPIH, 31 bank syariah tersebut akan bekerjasama dengan BPKH menambah dana kelolaan dan nilai manfaat untuk meningkatkan pelayanan kepada jamaah haji dan kemaslahatan umat.
Ada 31 bank dan unit usaha syariah yang menerima setoran biaya haji. BPS-BPIH tidak hanya berfungsi sebagai penerimaan setoran awal, pembatalan dan setoran lunas jamaah haji, tapi juga untuk fungsi penempatan, likuiditas, operasional, nilai manfaat dan mitra investasi.
Sebanyak 31 BPS-BPIH tersebut yakni, Bank Muamalat, BNI Syariah, Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, Bank Aceh, BCA Syariah, Bank Mega Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Panin Dubai Syariah, dan Bank BTPN Syariah.
Kemudian Bank Permata Syariah, Bank BTN Syariah, Bank Sinarmas Syariah, Bank CIMB Niaga Syariah, Bank OCBC NISP Syariah, Bank Danamon Syariah, Bank Maybank Syariah, Bank DKI Syariah, Bank Jatim Syariah, Bank Jateng Syariah, dan Bank Kaltimtara Syariah.
Selanjutnya Bank Sumselbabel Syariah, Bank Sumut Syariah, Bank Riaukepri Syariah,Bank Nagari Syariah, Bank Sulselbar Syariah, Bank Kalbar Syariah, Bank Kalsel Syariah, Bank DIY Syariah, Bank NTB Syariah, dan Bank Jambi Syariah.