Ketua Umum Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) Benny Soetrisno mengatakan, pelemahan tersebut menguntungkan eksportir karena biaya produksi menggunakan rupiah. Sementara, ketika barang diekspor pengusaha mendapat penghasilan dalam bentuk dolar.
"Setiap pelemahan rupiah, eksportir yang khususnya biaya produksi dalam rupiah, karena ekspor incomenya dolar, selalu diuntungkan," kata dia saat dihubungi detikFinance, di Jakarta, Senin (5/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Benny sektor komoditas menikmati penguatan dolar terhadap rupiah, misalnya industri batu bara, CPO/minyak sawit mentah, hingga pertambangan. Dia memprediksi pelemahan nilai tukar rupiah ini hanya sementara.
Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Haryadi Sukamdani menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS memberatkan para pengusaha.
"Iya bikin pusing kepala juga nih. Ya, kalau terus-terusan repot juga, karena yang diperlukan kestabilan nilai tukar. Kalau cenderung fluktuatif gini bisa menimbulkan salah perhitungan, salah cost kalkulasi dalam perhitungan bisnis secara keseluruhan," terang Hariyadi.
Apindo, kata dia, mengikuti asumsi makro pemerintah. Pada 2018, pemerintah mematok nilai tukar rupiah Rp 13.400/US$ dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018.
"Pokoknya mengikuti asumsi pemerintah, kalau terlalu fluktuatif ya repot. Yang diperlukan kestabilan nilai tukar," tutupnya. (hns/hns)