Hal itu diungkapkan Kepala OJK Regional 3 Jateng DIY, Bambang Kiswono saat temu wartawan di Rosti Cafe Semarang. Bambang mengatakan suku bunga yang diberikan fintech lebih tinggi dari jasa keuangan lainnya.
"Kita tidak ingin suku bunga terlalu tinggi. Hendaknya berdasar norma wajar. Tapi kita (OJK) tidak bisa mengatur," kata Bambang, Senin (26/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski demikian fintech makin digemari karena lebih sederhana meski dengan suku bunga tinggi dengan rata-rata antara 12-20% dibandingkan dengan bank.
"Dari sisi risiko lebih tinggi, tapi bagi masyarakat tertentu yang ingin mendapatkan pinjaman cepat pasti memilih ini," ujarnya.
Dari data OJK sampai bulan Februari 2018 di Jawa Tengah tercatat ada pemberi pinjaman atau lender sebanyak 8.000 orang dengan transaksi sebesar Rp 66,6 miliar.
"Jumlah peminjaman (borrower) sebanyak 22.000 orang dengan transaksi kurang lebih sebesar Rp 218,8 miliar," terang Bambang.
Menurutnya, untuk melindungi kepentingan konsumen termasuk data nasabah, perusahaan fintech harus menerapkan tata kelola perusahaan seperti manajemen risiko untuk mendorong transparansi, akuntabilitas, tanggung jawab, independensi, dan keadilan.
OJK Catat Pertumbuhan Perbankan Jateng
Sektor perbankan di Provinsi Jawa Tengah menurut OJK tahun ini mengalami pertumbuhan. Pergerakan tersebut sudah terlihat sejak bulan Januari 2018.
Kepala OJK Regional 3 Jawa Tengah dan DIY, Bambang Kiswono mengatakan jumlah kredit yang disalurkan perbankan tercatat 275 triliun atau tumbuh 10,03% yoy. Sedangkan non performing loan (NPL) perbankan Jateng sebesar 2,83%.
"NPL Jateng lebih rendah dibanding NPL Nasional yang sebesar 2,94%. Saya optimistis perbankan di Jateng naik terus tahun ini," kata Bambang.
Sedangkan di perbankan syariah, lanjut Bambang, dari data rekap bulan Januari 2018, pertumbuhan juga diperlihatkan dengan pembiayaan yang disalurkan Rp 17,7 triliun atau tumbuh 15,71% yoy. Sedangkan non performing financing (NPF) perbankan Syariah Jateng sebesar 3,27%, lebih baik dibanding NPF nasional sebesar 4,44%
"Penyaluran kredit di Jawa Tengah kami rasa telah berjalan efektif. Hal tersebut bisa terlihat dari jumlah kredit yang disalurkan berdasarkan jenis penggunaannya terbesar yaitu kredit modal kerja dengan penyaluran sebesar Rp 146 triliun, atau 53% dari seluruh penyaluran kredit," jelas Bambang.
Sektor Perbankan Jawa Tengah memang mengalami pertumbuhan, namun aduan tetap datang ke OJK. Hingga bulan Februari 2018 tercatat sudah ada 78 pengaduan ke OJK di Jawa Tengah.
Bambang menjelaskan, hal yang diadukan beragam, mulai dari soal kredit sebanyak 51 pengaduan, asuransi 5 pengaduan, dokumen 5 pengaduan, kartu kredit 5 pengaduan, SLIK 2 pengaduan, transfer dana 3 pengaduan, dan terkait mesin EDC 1 pengaduan.
"Permasalahannya sebagian besar masalah kredit sebanyak 51 pengaduan, masalahnya misal mau melunasi tidak bisa, atau minta keringanan. Dari aduan tersebut yang sudah diselesaikan ada 45, ditindaklanjuti ada 22, dan proses identifikasi ada 11," terang Bambang. (ara/ara)