Direktur Strategi dan Portofolio Pembiayaan Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Scenaider Siahaan mengatakan penarikan utang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan yang tidak bisa dipenuhi dari pembiayaan APBN. Kebutuhan pendanaan dari utang tidak bisa dihindari karena hal tersebut.
"Utang ada karena belanjanya ada. Pemerintah nggak pernah berutang tiba-tiba tanpa ada kebutuhan," ujar Scenaider dalam diskusi ILUNI UI di Gedung Rektorat UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (3/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Seberapa Besar Manfaat Utang ke Ekonomi RI? |
Pembiayaan dari utang juga dilakukan karena penerimaan negara lebih kecil dibandingkan pendapatan dari perpajakan. Dalam APBN 2018 misalnya dirancang belanja Rp 2.220,7 triliun dengan pendapatan Rp 1.894,7 triliun.
Jika dilihat, ada ruang sekitar Rp 325,9 triliun. Akan tetapi, pemerintah berencana menarik utang Rp 399,2 triliun yang Rp 65,7 triliun di antaranya untuk investasi.
"APBN ada belanjanya kebutuhannya kemudian sumber penerimaannya kalau perpajakannya kurang atau defisitkan ditutup dari utang,"katanya.
Baca juga: BI Sebut Utang Pemerintah Masih Wajar |
Ia menambahkan, pembiayaan dari utang dilakukan untuk belanja yang tidak bisa ditunda seperti belanja pendidikan, fasilitas kesehatan, hingga pembangunan infrastruktur. Penarikan utang juga dilakukan untuk mengembangkan pasar uang melalui penerbitan surat berharga negara (SBN).
"Utang menjaga dan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan bisa dipakai mengembangkan pasar uang. Menjadi alternatif investasi nagi masyarakat dan mengurangi biaya operasi moneter BI menggunakan SBN," tuturnya. (ara/zlf)