Ketua OJK Sebut Bank Muamalat Butuh Tambahan Modal untuk Ekspansi

Ketua OJK Sebut Bank Muamalat Butuh Tambahan Modal untuk Ekspansi

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 11 Apr 2018 14:08 WIB
Foto: Ardan Adhi Chandra
Jakarta - Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso menceritakan masalah permodalan yang dihadapi oleh Bank Muamalat Indonesia di Komisi XI DPR.

Hal itu menjadi bagian dalam rapat kerja pemerintah dengan parlemen mengenai kinerja industri keuangan nasional.

Menurut Wimboh, kondisi operasional Bank Muamalat sampai saat ini masih berjalan normal dan tidak ada permasalahan terkait dengan likuiditas. Akan tetapi di dalam perjalanannya, bank syariah ini membutuhkan modal tambahan untuk biaya operasi dan ekspansi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Bank ini adalah basis likuidnya bagus, hanya saja butuh tambahan modal untuk operasi dan berkembang ke depan," jelas dia Wimboh di Ruang Rapat Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (11/4/2018).


Ia juga memastikan operasional bank masih tetap normal dengan kondisi likuiditas yang terjaga pada level yang baik.

"Operasional Bank Muamalat berjalan normal, likuiditas kuat, dan permodalan juga masih terjaga," kata Wimboh.


Wimboh mengatakan kesulitan yang tengah dihadapi Bank Muamalat adalah belum juga memiliki modal yang cukup untuk melakukan ekspansi binsis. Rasio pembiayaan bermasalah atau non performing financing (NPF) nya jug tinggi.

"Namun bank ini kami harapkan terus tumbuh untuk melakukan fungsi intermediasi ini secara continues, kita harapakan berkembang dan terus tumbuh sehingga memiliki modal yang cukup," tambah dia.

Pemegang Saham Tak Bisa Tambah Modal

Kepala Ekskutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan hal senada. Persoalan inti yang terjadi pada bank syariah pertama di Indonesia ini adalah tidak memiliki modal untuk melakukan ekspansi, meskipun saat ini operasionalnya berjalan normal dan tidak ada masalah dari sisi likuiditas.

"Tadi sudah dikatakan, secara keseluruhan kondisinya bagus tidak ada masalah likuiditas," kata Heru di tempat yang sama.

Menurut Heru, pemegang saham mayoritas di bank syariah pertama di Indonesia tak ingin menyalurkan dana segar karena terbentur oleh aturan internalnya masing-masing.

Adapun komposisi pemegang saham Bank Muamalat Indonesia adalah 32,74% dimiliki Islamic Development Bank (IDB) yang menjadi pemegang saham mayoritas Bank Muamalat sejak tahun 1999, 22% Boubyan Bank, 17,91% Atwill Holdings Limited, 8,45% National Bank of Kuwait, 3,48% dimiliki oleh IDF Investment Foundation, 2,84% oleh BMF Holdings Limited, 1,67% milik Reza Rhenaldi Syaiful, 1,67% Dewi Monita, 1,66% Andre Mirza Hartawan, 1,39% Koperasi Perkayuan Apkindo-MPI (KOPKAPINDO) dan 6,19% pemegang saham lainnya.

"Seperti IDB, aturan internal mereka penyertaan maksimal 20%, sehingga tidak bisa menambah modal, jelas dia.

Dengan kondisi seperti itu, kata Heru, maka pengembangan bisnis Bank Muamalat stagnan.

"Perkembangannya stagnan, karena begitu ekspansi membutuhkan modal, ada keterbatasan tidak bisa tambah modal lagi," ujar dia.


Untuk itu, salah satu cara mengembangkan Bank Muamalat dengan mengundang investor baru. Menurut Heru, salah satu yang tertarik belum lama ini adalah PT Minna Padi Investama Sekuritas Tbk (Minna Padi). Upaya yang ditempuh pun dengan melakukan rights issue.

Lanjut Heru, seiring waktu berjalan komitmen untuk menjadi investor baru pun tak kunjung jadi. Bahkan, waktu yang ditentukan untuk melakukan rights issue sudah terlewati.

"Sesuai aturan OJK karena ini bank publik maka keterbukaan investor hal utama. Sampai dengan batas waktu yang dipersyaratkan, itu belum bisa diberikan oleh calon investor baru, sehingga right issue belum terlaksana," kata Heru.

Meski demikian, Heru mengungkapkan OJK akan terus mendukung bagi investor yang benar-benar ingin menyuntikkan modal kepada Bank Muamalat. Dari catatan OJK, sudah banyak investor yang tertarik namun belum menyampaikan secara resmi kepada OJK.

"Baru tahap pembicaraan dengan bank dan pemilik eksisting, kalau sudah sampai taraf kesepakatan OJK akan memfasilitasi, kalau ini syariah betul-betul bisa mengembangkan syariah di Indonesia," tutup dia. (ara/ang)

Hide Ads