Total utang pemerintah per Februari 2018 sebesar Rp 4.034,8 triliun, terdiri dari pinjaman yang sebesar Rp 777,54 triliun dan SBN sebesar Rp 3.257,2 triliun.
Dari total SBN tersebut, yang bisa diperdagangkan atau tradeable Rp 2.179,9 triliun. Dari SBN yang bisa diperdagangkan tersebut, 40% atau sekitar Rp 865,9 triliun di antaranya dimiliki asing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan pihak asing yang memiliki SBN merupakan investor jangka panjang. Bahkan, transaksi jual belinya sehari-harinya pun masih berada di kisaran Rp 8 triliun sampai Rp 11 triliun.
"Jadi orang asing memegang utang Rp 858,79 triliun. Kalau transaksi hariannya cuma Rp 8-11 triliun mereka jual, nggak lah, masih jauh (dari bahaya). Kecuali yang diperjualbelikan Rp 100 triliun," kata Suminto di DPP Taruna Merah Putih, Jakarta, Kamis (12/4/2018).
Suminto menilai, kehadiran asing dalam struktur utang pemerintah juga menjadi tanda bahwa perekonomian Indonesia dipercaya dan akan terus berkembang. Dengan begitu, maka ada kepastian bahwa pemerintah membayar seluruh utang tersebut.
"Oleh karena itu orang asing yang memegang surat utang kita cukup bisa di-manage," jelas dia.
"Kita menyadari risiko itu, maka risiko itu kita kelola dengan baik, dengan kita perlu melihat profil investor kita sehingga memberikan risiko yang besar atau tidak," tambah dia.
Tidak hanya itu, pemerintah dalam mengelola utang pun sudah memiliki pedoman jika asing menarik dananya. Caranya dengan mengimplementasikan crisis management protocol (CMP), implementasi bond stabilization framework (BSF), meningkatkan koordinasi antara lembaga pemerintah, dan melakukan dialog berkelanjutan dengan pelaku pasar. Itu merupakan kebijakan khusus untuk mengatasi krisis yang dimasukkan dalam undang-undang dan pengaturan fasilitas swap berdasarkan kerjasama internasional.
Baca juga: Seberapa Besar Manfaat Utang ke Ekonomi RI? |
Dari 40% atau Rp 858,79 triliun SBN yang dimiliki asing, sekitar 41,70% atau Rp 358,09 triliun dimiliki lembaga keuangan. Sekitar 19,05% atau Rp 163,61 triliun dalam bentuk reksa dana. Kemudian sekitar 16,74% atau Rp 143,77 triliun dipegang Bank Sentral dan pemerintah negara asing, sementara 12,85% atau Rp 110,34 triliun adalah pihak lainnya.
Lalu, sekitar 5,43% atau Rp 46,63 triliun dimiliki oleh dana pensiun dan sekitar 2,56% atau 22,01 triliun merupakan korporasi. Selanjutnya, sekitar 1,19% atau Rp 10,21 triliun dipegang asuransi.
Sekitar 0,22% atau Rp 1,91 triliun merupakan sekuritas, 0,20% atau Rp 1,75 triliun dimiliki yayasan, dan 0,05% atau Rp 0,47 triliun dipegang perorangan.
![]() |