RI Banjir Laptop Made In China, Produk RI Kalah Saing

RI Banjir Laptop Made In China, Produk RI Kalah Saing

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Kamis, 19 Apr 2018 09:30 WIB
RI Banjir Laptop Made In China, Produk RI Kalah Saing
Foto: Tim Infografis, Fuad Hasim
Jakarta - Kebutuhan laptop masyarakat Indonesia mencapai 3 juta unit per tahun. Namun, sebagian besar kebutuhan laptop tersebut dipenuhi melalui impor.

China tercatat sebagai negara yang paling banyak memasok laptop ke Indonesia. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, impor laptop dari China di Maret 2018 sebanyak (netto) 756.983 kg dengan nilai sebesar US$ 103,25 juta atau Rp 1,39 triliun (asumsi US$ 1 = Rp 13.500).

Sementara, pada periode Januari-Maret 2018 China memasok 2,11 juta kg dengan nilai US$ 272,82 juta.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, apa sebab Indonesia kebanjiran laptop dari China ini? Mampukah Indonesia membuat laptop sendiri? Berikut ulasannya.
Laptop produksi China membanjiri Indonesia. Bukan tanpa alasan, mayoritas merek laptop di pasaran kini diproduksi di China.

Ketua Asosiasi Industri Teknologi Informasi Indonesia (AiTI) Timothy Siddik mengatakan, 90% merek laptop pasaran dunia diproduksi di China.

"Jika bicara laptop dari China dan jika maksudnya adalah 'made in China' maka hampir 90% laptop seluruh dunia berasal dari China. Merek Amerika, Taiwan semua sudah made in China, sehingga country of origin adalah China," kata dia kepada detikFinance, di Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Namun, bukan berarti produk-produk tersebut milik China. Dia mengatakan, produk tersebut tetap milik negara asalnya.

"Saya berpendapat bahwa kepemilikan sebuah merek tidak tergantung pada di mana produk-produk merek tersebut dibuat. Melainkan lebih pada intellectual property rights-nya ada pada negara asal perusahaan tersebut," jelasnya.

Banyaknya laptop produksi China tak lepas dari banyaknya investasi yang masuk. China, kata dia, memberikan kemudahan dan insentif pajak bagi pengusaha yang membuka pabrik di sana.

Hal itu juga didukung oleh produktivitas buruh yang tinggi di China. Sehingga, harga laptop produksi China lebih kompetitif.

"Produksi China berkembang karena banyak pabrik-pabrik dari luar China pindah ke China. Mereka pindah karena alasan insentif dan kemudahan yang diberikan pemerintah China," ujar dia.
____

Kebutuhan laptop di Indonesia mencapai 3 juta unit per tahun. Namun, masih sedikit dari kebutuhan laptop tersebut yang dipenuhi dari produksi dalam negeri.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Rodjih menjelaskan, tingginya kebutuhan laptop sejalan dengan banyaknya penduduk Indonesia. Hal itu berkaca pada kebutuhan ponsel di Tanah Air.

"Lah masyarakatnya 260 juta, kebutuhan handphone setahun saja 60 juta," kata dia kepada detikFinance, di Jakarta, Selasa (17/4/2018).

Indonesia bisa memproduksi laptop sendiri. Dua merek laptop buatan Indonesia yakni Axioo dan Zyrex.

Demikian disampaikan Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Rodjih kepada detikFinance di kantornya, Selasa (17/4/2018).

"Kalau notebook laptop Axioo sama Zyrex. Kapasitasnya Zyrex 20.000 unit setahun, tapi produksinya sekitar 7.000 unit," kata dia.

Dia mengatakan, pabrik dua laptop tersebut di kawasan sekitar Jakarta. Pabrik Zyrex berada di kawasan Jakarta Barat sementara dia tidak menyebutkan di mana lokasi pabrik Axioo. Pabrik tersebut sudah berproduksi di sekitar tahun 2000-an.

Dia melanjutkan, meski kapasitas bisa mencapai 20.000 per tahun, kini keduanya baru memproduksi 14.000 unit pert tahun.

"(Zyrex) Produksinya sekitar 7.000. Axioo sekitar segitu, total mungkin antara 14.000 sampai 15.000 produksinya," ujar dia.

Namun begitu, dia mengatakan, jumlah tersebut masih jauh dibandingkan dengan kebutuhan laptop nasional. Dia bilang, kebutuhan laptop nasional sekitar 3 juta unit setahun. Sehingga, kebutuhan laptop ini sebagian besar masih dipasok dari impor.

"Iya, kebutuhan 3 juta, tapi 15.000 (produksinya) aja. Nanti kita dorong," ujar dia.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Rodjih menerangkan, produksi laptop nasional sama seperti produksi elektronik lainnya. Dia bilang, produksi laptop nasional merupakan industri perakitan.

"Kita kebanyakan merakit, mungkin ada beberapa komponen yang di sini kaya kabel. Tapi kalau komponen aktif, motherboard sudah ada Intel, sudah Asus, sudah ada MSI. Kan elektronik di Indonesia kebanyakan rakit," kata dia.

Dia mengatakan, dari sisi kualitas tak jauh beda dengan dengan laptop produksi luar negeri. Sebab, laptop-laptop tersebut juga telah melewati tahap pengujian.

"Di masing-masing pabrik Axioo, Zyrex itu kan punya laboratorium ujinya. Jadi sebelum dipasarkan, diuji kualitasnya ada. Sebenarnya sama, cuma yang jadi masalah brand, merk itu. Wah merk lokal, kalau sudah Lenovo, kalau sudah liat Acer, Asus kan beda. Image kita, sudah mindset seperti itu," jelasnya.

"Orang intinya dirakit ada quality control ada, semuanya ada. Pelayanan purna jual juga ada," sambungnya.

Dia menuturkan, dari sisi mesin pun juga tak jauh beda. Sebab, komponen inti laptop Indonesia juga dipasok dari luar negeri.

"Pabrik motherboard sama, bikin casing sama, hardisk sama, kan gitu aja. Yang bikin LED sama. Tinggal kuat-kuatan bersaing di pasar brand," tutupnya.

Indonesia memiliki dua merek laptop sendiri Axioo dan Zyrex. Namun, produk-produk tersebut masih belum bisa bersaing dengan merek-merek luar seperti Lenovo, Acer, dan lainnya.

Direktur Industri Elektronika dan Telematika Kementerian Perindustrian (Kemenperin) Achmad Rodjih mengatakan, sebenarnya dengan spesifikasi yang sama, kualitas produk lokal tak jauh beda dengan produk impor. Dia menuturkan, yang membedakan ialah masalah pandangan atas merek itu sendiri.

"Di masing-masing pabrik Axioo, Zyrex itu kan punya laboratorium ujinya. Jadi sebelum dipasarkan, diuji kualitasnya ada. Sebenarnya sama, cuma yang jadi masalah brand, merk itu. Wah merk lokal, kalau sudah Lenovo, kalau sudah lihat Acer, Asus kan beda. Image kita sudah mindset seperti itu," kata dia.

Dia juga menjelaskan, yang menjadi masalah ialah Indonesia belum menguasai industri komponennya. Selama ini, kata dia, produksi laptop nasional masih sebatas perakitan.

Karena tidak menguasai komponen, dia bilang, yang terjadi Indonesia mesti impor. Dengan impor tersebut komponen laptop dikenai bea masuk. Alhasil, hal tersebut meningkatkan harga jual laptop.

"Kita itu komponen nggak dikuasai. Kita nggak ada industri komponen yang intinya kaya chipset, motherboard, prosesor lah. Komponen lain nggak kuasai. Kalau China kuasai, itu yang bikin harganya bersaing," paparnya.

"Bahan bakunya komponen impor ada bea masuknya, sementara barang jadi impor dijual di sini tanpa bea masuk. Ya lebih murah," tambah dia.

Dia menuturkan, dengan kondisi itu harga produk lokal dengan spesifikasi yang sama dengan luar negeri memiliki selisih harga. Namun, pihaknya tak merinci selisih harga tersebut. "Ya lebih mahal dikit lah," ungkapnya.

Hide Ads