"Di salah satu pasal UU itu kan jelas menyebut tenaga kerja asing hanya boleh pada tingkat ahli, artinya dia dipekerjakan karena memang WNI belum ada yang mampu. Si TKA dipekerjakan untuk transfer pengetahuan atau teknologi," kata Erman kepada detikFinance, Kamis (26/4/2018).
Ia mengklaim saat menjadi Menaker pernah memulangkan ratusan manajer dari PT Freeport Indonesia di Papua karena setelah ditelisik keahlian mereka biasa saja. Artinya kehadiran si para manajer itu sebetulnya bisa diisi oleh manajer-manajer orang Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak bikin gaduh karena tidak kami lakukan secara demonstratif. Saya persuasif saja karena faktanya kita juga butuh Freeport kok, ya dilakukan dengan dengan tetap menjaga kehormatan masing-masing," ujarnya.
Begitu pun saat dirinya memimpin PT PP Taisei, sejumlah manajer di perusahaan konstruksi patungan dengan Jepang itu juga pernah memulangkan para manajer yang sebetulnya bisa diisi oleh WNI.
Erman sengaja merujuk contoh-contoh tersebut untuk membandingkan isu yang menyebut ada pekerja asing di level buruh yang dipekerjakan di Indonesia. Bila level manajer yang dianggap ahli saja bisa dipulangkan, kata dia, apalagi bila cuma buruh kasar.
"Mungkin itu kasuistis saja cuma kemudian di-blow up untuk kepentingan politik tertentu. Kementrian terkait tentu saya percaya akan mengawasi secara lebih ketat dan menindak penyimpangan yang terjadi," ujar Erman.
Dia mempersilahkan bila ada pihak yang ingin mengajukan uji materil Perpres No 20 Tahun 2018 ke Mahkamah Agung (MA). Hanya saja semua tetap harus ditempuh tanpa menimbulkan kegaduhan.
"Itu kan bagian dari kontrol dalam kita berdemokrasi, silahkan saja," ujar mantan politisi PKB itu.
Seperti diberitakan, pengacara Yusril Ihza Mahendra menyebut dirinya akan mewakili KSPI untuk mengajukan uji materi ke MA untuk membatalkan Perpres No 20/2018.
"Seluruh Perpres itu karena bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi," kata Yusril di Yogyakarta, Senin (23/4/2018).
Ditemui terpisah pada Rabu (25/4/2018) malam, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dakhiri mengakui ada kasus-kasus TKA illegal dan tak sesuai dengan aturan. Tapi semua yang terdeteksi segera ditindaklanjuti sesuai prosedur hukum.
Terkait isu TKA asal Tiongkok atau China yang bekerja di sektor kasar, Hanif menyebut kemungkinan semacam itu ada tapi kasus sangat kecil.
"Perusahaan asal China itu juga kan perlu ambil untung. La, kalau buruh kasar aja harus dibawa sendiri dari negaranya sedangkan upah TKI lebih murah, apa itu efisien dan menguntungkan?" ujarnya.
"Perpres ini tidak ada yang perlu dikhawatirkan," imbuhnya.
Untuk diketahui, pada 26 Maret lalu, Presiden Jokowi menerbitkan Perpres No 20/2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing. Salah satu pertimbangannya adalah upaya peningkatan investasi. Dalam Perpres ini antara lain ada kelonggaran terkait pemberi kerja (perusahaan) yang tidak wajib memiliki Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA).
Hal itu apabila TKA merupakan pemegang saham yang menjabat sebagai direksi atau anggota dewan komisaris pada pemberi kerja TKA, TKA pada jenis pekerjaan yang dibutuhkan pemerintah, dan pegawai di kantor perwakilan negara asing.
Sementara Pasal 43 ayat 3, UU No 13 tahun 2013 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan, RPTKA tidak wajib apabila untuk kepentingan instansi pemerintah, badan-badan internasional dan perwakilan negara asing.
Selain itu, pemberi kerja juga tidak harus melaporkan pelaksanaan penggunaan TKA setiap enam bulan sekali. Dalam aturan yang baru, pelaporan oleh pemberi kerja dilaksanakan setiap satu tahun sekali kepada Menteri Ketenagakerjaan.
Kelonggaran semacam itulah yang kemudian memicu kontroversial dari masyarakat karena dinilai mengancam tenaga kerja lokal dalam mencari pekerjaan.