Jakarta -
Indeks harga konsumen (IHK) atau inflasi April 2018 tercatat rendah. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi April sebesar 0,10%.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Yunita Rusanti menjelaskan inflasi tahun kalender 1,09% dan inflasi tahun ke tahun 3,41%. Inflasi ini terjadi dalam rentang yang terkendali dengan memperhitungkan target inflasi dalam APBN 2018 yang tak lebih dari 3,5%.
"Dari 82 kota IHK 54 kota mengalami inflasi dan 28 kota alami deflasi. Inflasi tertinggi Merauke 1,32%, inflasi terendah terjadi di kota padang dan Kudus masing masing 0,01%. Deflasi tertinggi terjadi di kota Tual -2,25%. Deflasi terendah di Medan, Bandar Lampung dan tegal -0,01%," kata Yunita dalam konferensi pers di kantor BPS, Jakarta Pusat, seperti ditulis Kamis (3/5/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penurunan harga kebutuhan pokok seperti beras, menyumbang penurunan angka inflasi di April menjadi sebesar 0,10% dari sebelumnya di Maret yang sebesar 0,20%.
"Kalau dilihat lebih detil, bahan makanan deflasi -0,26%. Karena, harga beras yang turun, andil -0,08%. Ikan segar juga kasih andil deflasi -0,03%, dan cabai merah -0,03%," kata Yunita.
Meski demikian, tak semua kelompok bahan makanan mengalami penurunan. Sejumlah harga pangan mengalami kenaikan meski sumbangannya terhadap inflasi secara keseluruhan tak terlalu besar.
"Pada kelompok bahan makanan tetap ada yang alami inflasi. Untuk bawang merah memberikan andil inflasi 0,07%, daging ayam ras memberikan andil inflasi 0,03% itu yang mendominasi," sambung dia.
Sementara, kelompok barang lainnya yang menyumbang inflasi adalah bahan bakar dan kenaikan harga listrik. Selain itu, kenaikan harga pakaian juga menyumbang inflasi di April 2018.
Untuk kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, inflasi 0,16% dipengaruhi oleh kontrak rumah yang memberikan andil inflasi 0,02%. Sandang inflasi 0,29% dan berikan andil 0,02%, disumbang emas perhiasan yang berikan andil 0,01%.
Berikut pemicu inflasi pada April yang dirangkum
detikFinance:
Yunita menjelaskan inflasi juga terjadi pada kelompok sandang yang meningkat ini karena kenaikan emas atau perhiasan.
"Penyebabnya karena harga emas internasional naik dan jelang lebaran banyak masyarakat yang membeli emas," kata Yunita.
Dia menjelaskan, untuk harga emas dan perhiasan ini memang memiliki pola yang sama setiap tahunnya. Terjadi setiap lebaran dan setiap ada kenaikan harga emas global.
"Pola konsumsi atau beli emas jelang lebaran memang terjadi setiap tahun sama, harga emas global juga pengaruhi ke inflasi ini," ujarnya.
Yunita menjelaskan seluruh subkelompok pada kelompok sandang ini mengalami inflasi, yaitu sub kelompok sandang laki-laki sebesar 0,17%, sub kelompok sandang wanita sebesar 0,10%, sub kelompok sandang anak-anak sebesar 0,10% dan sub kelompok barang pribadi dan sandang lain 0,60%.
"Kelompok sandang ini pada April memberikan andil atau sumbangan inflasi sebesar 0,2% komoditas. Yang dominan memberikan sumbangan adalah emas perhiasan sebesar 0,01%," imbuh dia.
Kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite turut menyumbang inflasi pada April 2018. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan untuk sub kelompok bensin memberikan andil atau sumbangan 0,03% ke inflasi kelompok energi.
"Andil bensin ini sebesar 0,03% utamanya dipengaruhi oleh kenaikan harga Pertalite yang terjadi pada 24 Maret lalu. Ada inflasi untuk Pertalite, tercatat pada bulan April karena kenaikan sebesar Rp 200," ujar Yunita.
Yunita menjelaskan, selain akibat Pertalite, inflasi juga terjadi karena kenaikan harga minyak dunia yang saat ini berada di kisaran US$ 67-68 per barel.
"Mudah-mudahan pemerintah bisa mengatasi ini. Namun inflasi BBM ini karena kenaikan Pertalite, sedangkan untuk Pertamax dan Pertamax Turbo tidak mengalami kenaikan," ujar dia.
Dia menyebutkan untuk inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar tercatat 0,16% atau terjadi kenaikan indeks dari 128,59 pada Maret 2018 menjadi 128,79 pada April 2018.
Sub kelompok yang mengalami inflasi yaitu sub kelompok biaya tempat tinggal sebesar 0,27%, sub kelompok perlengkapan rumah tangga sebesar 0,08%, dan sub kelompok penyelenggaraan rumah tangga sebesar 0,12%. Sementara itu, sub kelompok yang tidak mengalami perubahan adalah bahan bakar, penerangan dan air.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan, pemerintah sebenarnya cukup puas terhadap catatan inflasi bulanan yang berada di bawah 0,3%. Sebab jika ditahan rata-rata di angka itu maka inflasi tahunan bisa terjaga sesuai harapan pemerintah.
"0,1% ya bagus dong. Arahnya semakin turun, pokoknya kalau inflasi bisa selalu di bawah 0,3% itu masih okay. Karena 0,3% kali 12 bulan 3,6%. Jadi karena sudah terlanjur tinggi di awal tahun memang YoY-nya masih agak tinggi, tapi itu berarti bagus. Kayaknya volatile food-nya negatif karena tadinya terlalu tinggi pada saat dia turun kembali, dia balance," tuturnya di Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Rabu (2/5/2018).
Melihat catatan tersebut, Darmin yakin inflasi bulan ini juga masih akan terjaga. Meskipun bulan ini sudah memasuki Ramadan.
Pemerintah, kata Darmin, sudah menyiapkan strategi untuk menekan kenaikan harga-harga yang biasanya terjadi pada saat Ramadan, khususnya untuk harga beras dan daging.
"Pemerintah kan punya langkah-langkah untuk mengendalikannya. Sehingga kalau beras, ya arahnya kita dorong turun lagi, daging juga. Ya memang secara keseluruhan belum tahu. Walaupun perannya belum terlalu besar biasanya cabai juga tekanannya tinggi. Tapi karena beras dan daging arahnya kita coba dorong turun mestinya di puasa dan Lebaran itu inflasinya tidak tinggi," imbuhnya.
Darmin memprediksi inflasi di sepanjang Ramadan akan tidak jauh berbeda dengan data inflasi April 2018. Meskipun penguatan dolar Amerika Serikat (AS) diperkirakan juga akan memberikan sumbangsih terhadap inflasi.
"Sebulan kedepan saya menduga masih akan rendah," tuturnya.
Ekonom Institute for Development of Economics & Finance (INDEF) Bhima Yudhistira Adhinegara menjelaskan, inflasi yang rendah tak serta merta memberi gambaran ekonomi yang baik. Justru bisa sebaliknya, rendahnya inflasi bisa menggambarkan kondisi ekonomi yang kurang bergairah.
"Yang perlu mendapatkan perhatian adalah rendahnya inflasi inti yang tercatat 0,15%. Inflasi inti menandakan dorongan permintaan masyarakat masih rendah sehingga harga barang tidak mengalami kenaikan yang signifikan," kata dia saat dihubungi detikFinance, seperti ditulis Kamis (3/5/2018).
Rendahnya permintaan masyarakat mengindikasikan rendahnya keinginan masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini bisa memberi dampak buruk bagi perekonomian Indonesia yang sebagian besar masih dipengaruhi oleh belanja rumah tangga.
Bila hal ini tak segera mendapat perhatian, dikhawatirkan target pertumbuhan ekonomi yang dipatok pemerintah sebesar 5,4% sepanjang tahun 2018 bisa saja tidak tercapai alias meleset.
"Jika konsumsi rumah tangga yang berkontribusi 56% terhadap PDB stagnan dikhawatirkan pertumbuhan ekonomi bakal meleset dari target 5,4% di 2018," tegas dia.
Di sisi lain, ia memberi apresiasi kepada pemerintah yang sudah bekerja keras menjaga stabilitas harga pangan terutama beras yang sering kali dianggap sebagai biang keladi penyumbang inflasi nasional.
"Rendahnya inflasi bulan April tidak terlepas dari musim panen raya khususnya peningkatan pasokan beras. Meskipun beberapa komoditas seperti ayam ras dan bawang merah tercatat kenaikan harga, namun andil beras cukup besar sehingga bahan makanan tetap deflasi," tutur dia.
Rendahnya inflasi juga disumbang oleh langkah pemerintah mengendalikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun, ia memperingatkan pemerintah, bahwa menahan harga BBM di saat harga minyak dunia tengah melambung tinggi, bisa berakibat negatif bagi ekonomi jangka panjang.
"Dari sisi harga yang diatur pemerintah masih mencerminkan adanya tekanan akibat penyesuaian harga BBM non subsidi bulan sebelumnya. Dengan kondisi tersebut Pemerintah harus terus mewaspadai besarnya dampak kenaikan harga minyak mentah terhadap inflasi total terutama jelang Lebaran," tandas dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman