Peneliti Senior Bidang Ekonomi PT Bursa Efek Indonesia (BEI) Poltak Hotradero mengatakan, di tahun 2013 rupiah melemah sampai 12%. Tahun ini, rupiah mengalami pelemahan sekitar 4%.
Dia mengatakan, kenaikan tersebut dipicu oleh rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Mulai Jinak, Dolar AS Turun ke Rp 14.055 |
"Jadi itu apa yang terjadi tahun 2013, tahun 2018 juga ada bahwa Amerika akan menaikkan suku bunga, sama temanya kalau dulu rencana, sekarang naik," kata dia dalam acara Lingkar Diskusi Kebangsaan di Jakarta, Kamis (17/5/2018).
Poltak menerangkan, memang secara nominal pelemahan jauh lebih besar. Dolar AS sendiri telah menyentuh level Rp 14.000.
Namun, menurut Poltak pelemahan ini tak bisa diukur dengan nominal. Sebab, aktivitas ekonomi di Indonesia juga terus tumbuh.
"Cara berpikir penguatan atau pelemahan tidak boleh dan ebaiknya jangan nominal. Karena aktivitas ekonomi relatif secara persentase," ungkapnya.
Sebab itu, dia menilai, kondisi rupiah saat lebih baik dibanding dengan kondisi di tahun 2013.
"Makanya bagi kita kalau orang bilang nilai tukar melemah, kok masih ada good news, kenapa dibanding dulu pelemahan jauh lebih melemah," tutupnya. (zlf/zlf)