Jakarta -
Beberapa tahun ke belakang bisnis toko ritel mengalami penurunan penjualan.
Daya beli masyarakat yang melemah dinilai sebagai salah satu sebabnya.
Namun di tahun ini, penjualan
ritel diperkirakan dapat meningkat melebihi tahun lalu. Hal ini dikarenakan keputusan pemerintah untuk memberikan tunjangan hari raya (
THR) dan gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil (PNS).
Dana yang disiapkan sebanyak Rp 35 triliun tersebut dinilai mampu mendorong industri ritel untuk bangkit lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begini ulasan lengkapnya:
Industri ritel mencatat perbaikan kinerja pada Lebaran 2018 dibandingkan dengan lebaran tahun 2017. Hal itu ditandai dengan kenaikan penjualan yang diprediksi mencapai 20% dibanding periode yang sama di tahun lalu.
Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mande mengatakan, prediksi tersebut, lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi kenaikan pendapatan pada lebaran 2017 dibandingkan dengan lebaran 2016.
"Kalau kita lihat dari Lebaran tahun lalu kita meningkat sekitar 5% saja yoy (year on year)-nya tetapi tahun ini diprediksi bisa meningkat hingga 15% bahkan ada yang bilang sampai 20%," ucap Roy.
Lebih lanjut, Roy menjelaskan peningkatan tersebut dikarenakan beberapa faktor, misalnya kebijakan pemerintah untuk memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada para pensiunan dengan nilai kurang lebih Rp 35 triliun.
Selain itu, karena rencana pemerintah untuk memberikan gaji ke-13 kepada pegawai negeri sipil (PNS) sehingga membuat daya beli meningkat lebih tajam di Lebaran tahun ini.
Penjualan dari industri ritel diprediksi meningkat hingga 20% pada lebaran tahun 2018 ini dibandingkan dengan lebaran 2016 lalu. Hal ini dikarenakan adanya tunjangan hari raya (THR) dan gaji ke-13 pegawai negeri sipil (PNS).
Hal tersebut diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy Mande. Menurutnya kebijakan anggaran tersebut meningkatkan daya beli masyarakat di hari raya.
"Karena pemerintah mengeluarkan kebijakan peraturan untuk memberikan uang tunjangan untuk pensiunan sipil dan non sipil dengan nilai yang sangat signifikan hampir Rp 35 triliun yang biasanya mereka nggak terima jadi terima," terangnya.
"Lalu, kedua ada gaji ke-13 yang dibagikan tanggal 1 Juli ada kemampuan dari masyarakat dari tunjangan pensiunan dan gaji bulan ke-13 selain dari THR ini buat animo masyarakat buat konsumsi lebih baik dari tahun sebelumnya tanpa adanya insentif. Jadi masyarakat sekarang agak melegakan ngatur (uang) bisa dipakai konsumsi," jelasnya.
Lebih lanjut, Roy memaparkan faktor lain, yaitu harga komoditas yang membaik dan upaya pemerintah dalam menjaga inflasi agar tetap stabil dinilai mendorong peningkatan konsumsi.
"Signifikan karena selain faktor bagi pensiunan dan gaji ke-13 ada faktor lain konsumsi, yaitu harga komoditi kita lebih baik dan memberikan kontribusi yang di pertambangan, perkebunan memberikan produktivitas yang lebih baik dan yang lebih baik maka pendapatan lebih baik dari sebelumnya," sambung dia.
"Lalu, pemerintah masih menjaga inflasi baik semaksimal mungkin yang 0,6%, 0,5% dan yoy sekitar 4% plus minus 1% itu masih memberi dampak bagus untuk masyarakat dan masyarakat cukup tenang harga nggak naik dan relatif stabil dari inflasi yang sama jadi masyarakat percaya kondisi ekonomi," imbuhnya.
Sementara itu, ia juga menjelaskan peningkatan penjualan ritel tersebut terjadi sebanyak 45% di pulau Jawa, diikuti Sumatera, Sulawesi, Bali, dan Nusa Tenggara, serta Kalimantan.
"Kalau dari total ritel kan paling besar masyarakat itu di Jawa 45% total keseluruhan omzet ritel baru yang lain-lain dibagi Sumatera yang kedua, ketiga Sulawesi dan Bali, Nusa Tenggara baru Kalimantan," tutupnya.
Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Handaka Santosa mengatakan penjualan pakaian mendominasi peningkatan sebanyak 60%. Angka tersebut termasuk pakaian wanita dan pria.
"Pertama fashion untuk wanita dan pria itu penjualannnya bisa 60%. Kemudian juga kosmetik karena setiap wanita kosmetik nggak bisa ganti-ganti harus tetap karena itu sensitif untuk kulit," jelasnya.
Lebih lanjut, Handaka mengatakan peningkatan dari sektor pakaian tersebut merupakan bagian dari gaya hidup saat Lebaran. Sehingga bukan konsumtif belaka.
"Ya masyarakat yang merayakan Idul Fitri ingin menggunakan sesuatu yang baru tapi bukan pamer, bukan untuk merayakan jadi bukan konsumtif tapi soal lifestyle," imbuhnya.
Daya beli masyarakat yang dianggap turun di tahun lalu dinilai sudah membaik di tahun ini. Hal ini setidaknya tercermin dari peningkatan penjualan berbagai produk ritel yang terjadi sepanjang libur Lebaran 2018 didorong adanya kebijakan THR PNS yang lebih tinggi dan adanya kebijakan gaji ke-13.
Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Handaka Santosa mengatakan, biasanya pelaku usaha selalu menyiapkan stok barang hingga tiga bulan ke depan.
Namun ada yang berbeda pada tahun 2018 ini. Stok produk yang disediakan tersebut menipis. Berbanding terbalik dengan yang terjadi pada tahun 2017 dan 2016 di mana stok yang tersedia masih banyak.
Kondisi tersebut, sedikit banyak mencerminkan mulai tingginya volume belanja yang dilakukan masyarakat.
"Jadi kita tahu ada libur panjang kita menyiapkan stok agak banyak. Sebenarnya setiap libur kita siapkan sampai tiga bulan tapi penjualan (di 2018) tinggi jadi menipis. Padahal pengalaman stok dua tahun (2016 dan 2017) pengalaman sale nggak tinggi," terangnya.
Industri ritel berharap agar pemerintah tidak lagi membuka isu yang dapat menyinggung kondisi perdagangan, seperti data kredit yang bisa diintip atau dibuka oleh petugas pajak.
Penasihat Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Handaka Santosa mengatakan isu-isu tersebut membuat adanya penurunan penjualan seperti yang terjadi di waktu Lebaran 2016 dan 2017.
"Tahun lalu nggak sampai 10% ini semua nggak lebih daripada rasa nyaman untuk berbelanja karena tahun lalu saya rasa suasana belanja tidak nyaman karena banyak stigma dan lain-lain. Tapi kalo ini suasana nggak ada ribut-ribut nggak ada ancaman data kartu kredit dibuka lagi," katanya.
Lebih lanjut, agar penjualan di tahun ini dapat meningkat ia meminta agar pemerintah tidak lagi mengeluarkan isu seperti yang kemarin.
"Iya pemerintah kipas-kipas saja jangan bikin isu buktinya 2018 (Lebaran tahun ini meningkat) berhasil kan tanpa ada ancaman," imbuhnya.
Sementara itu, untuk meningkatkan penjualan ia juga memberi saran agar industri ritel lebih inovatif memberikan fasilitas kepada para konsumen.
"Supaya meningkat kita ritel kreatif biar konsumen itu terus mendapatkan service yang memuaskan bagaiamana konsumen dapat pengalaman di dalam toko jadi toko nggak hanya jualan barang tapi juga seperti mamberi kaya di Sogo itu jadi kartu member dapat poin bisa dapat gift jadi mengikat konsumen dekat dengan ritel," tutupnya.
Halaman Selanjutnya
Halaman