Pertanyaan tersebut dilontarkan dalam sebuah pertemuan tertutup antara Menteri BUMN Rini Soemarno dan perwakilan FSPPB di kantor Kementerian BUMN, Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat.
Apa jawaban Rini?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tonton juga video: 'Pertamina Rayu Azerbaijan Investasi Kilang Minyak di Indonesia'
Rini beralasan, bakal dijadikannya Dirut PGN sebagai Direktur Gas Pertamina karena Kementerian BUMN berpandangan tidak perlu dua orang pejabat untuk mengurusi satu aspek bisnis yang sama.
Terlebih, Pertamina saat ini telah menjadi induk holding BUMN migas yang menaungi seluruh bisnis minyak dan gas. PGN sebagai anggota holding dianggap sudah menjadi bagian dari organisasi perusahaan yang saling terintegrasi.
"Jadi maunya kami (Kementerian BUMN) itu satu karena ini (bisnis gas) akan jadi bisnisnya Pertamina, karena orang ini akan iya insya Allah juga ini orang Pertamina yang memahami seluk beluk Pertamina kalau ini nanti sudah menjadi satu," sebut dia.
"Itu dasarnya kenapa nggak ada lagi Direktur Gas. Karena Dirut PGN itu adalah Direktur Gas (Pertamina)," sebut Rini.
Ini juga sejalan dengan usulan FSPPB agar struktur pejabat di Pertamina harus lah ramping untuk menekan biaya operasi perusahaan.
"Pendapat FSPPB dengan gemuknya penambahan jajaran direksi menjadi 11 posisi akan menyebabkan inefisiensi karena peningkatan overhead cost organisasi yang semakin membengkak," bunyi salah satu poin surat yang disampaikan FSPPB ke Menteri BUMN siang tadi.