Jakarta -
Kisruh data kemiskinan sempat hangat di publik. Ini diawali dari pernyataan Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masih ada 100 juta orang miskin di Indonesia.
Selain itu Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto mengatakan kemiskinan di Indonesia naik 50%
Sementara data kemiskinan yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). BPS mencatat angka kemiskinan di Maret turun menjadi 9,82% atau sebanyak 25,95 juta orang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Angka kemiskinan tersebut lebih rendah 633.200 orang dibandingkan September 2017 yang sebanyak 26,58 juta orang atau 10,12%.
Rupanya kisruh data ini masih bergulir dan direspons oleh menteri di pemerintahan kabinet kerja hingga kalangan DPR.
Berikut ini informasi selengkapnya.
Menteri Sosial (Mensos) Idrus Marham menanggapi masalah data kemiskinan. Idrus menegaskan metode yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS) dari satu pemerintahan ke pemerintahan lainnya masih sama.
Menurut Idrus metode yang digunakan BPS dalam mendata kemiskinan selama 10 tahun SBY memimpin Indonesia, tetap sama sepert yang digunakan di era Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"SBY memerintah 10 tahun, metode (BPS) ini juga digunakan. Pak Jokowi metode ini juga digunakan. Jadi semestinya konsisten saja dengan metode itu. Kami punya keyakinan hasilnya juga konsisten, berbasis data, dan merupakan potret dari seluruh kehidupan sosial ekonomi rakyat," katanya dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Pusat, Jumat (3/8/2018).
Bahkan, sejak era pemerintahan B.J. Habibie metode yang sama sudah berlaku.
"Jadi pendekatan atau metodologi yang memerhatikan kebutuhan kebutuhan dasar rakyat. Itu dilakukan dari mulai tahun 1998, digunakan sampai sekarang, digunakan ketika Pak Habibie, ketika Gusdur, ketika Megawati, ketika SBY," sebutnya.
"Nah ini, jadi kalau bicara tentang angka, hasilnya seperti sekarang (yang dirilis BPS), ya, karena itu adalah pendekatannya secara konsisten dilakukan sejak 1998," lanjutnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro menegaskan informasi valid soal kemiskinan adalah data Badan Pusat Statistik (BPS).
"Data kemiskinan itu kan sumbernya cuma satu yaitu BPS dan itu dilakukan dengan yang namanya Susenas. Jadi kalau ada yang ini ngomong begini yang itu ngomong begitu, gampangnya lihat saja data dari orde baru, atau kalau mau nggak susah dari tahun 1999, ada semua dan itu konsisten," ujar Bambang kepada detikFinance di KBRI Moskow, Novokuznetskaya Ulitsa 12, Rusia, Kamis (2/8/2018) malam.
Bambang mengajak semua pihak yang berbicara soal kemiskinan mengacu pada data BPS yang diperoleh lewat Susenas dan tak perlu berpolemik karena di setiap pemerintahan juga terjadi penurunan kemiskinan.
"Kalau saya sih kembali lagi, lihat data statistik. Karena waktu Pak SBY presiden, data itu juga yang dipakai. Waktu orde baru data itu juga. Semua data kemiskinan dari Susenas namanya. Dilakukan 2 kali setahun Maret dan September. Hanya itu datanya, kecuali mereka punya data lain," kata Bambang.
Cuma masih ada PR yang mesti diselesaikan karena angka kemiskinan 9,82% masih setara dengan 26 juta jiwa.
"Jadi sebenarnya masih banyak PR kita untuk menyelesaikan kemiskinan. 26 juta jiwa saudara2 kita masih tergolong hidup di bawah garis kemiskinan," pungkas Bambang.
Ketua DPR Bambang Soesatyo mengatakan angka kemiskinan di Indonesia turun satu digit menurut data Badan Pusat Statistik (BPS). Dia juga menegaskan ada 100 juta masyarakat miskin di Indonesia itu tidak benar.
"Soal angka kemiskinan, data dari BPS menyampaikan jika saat ini sudah turun. Bahkan sekarang hanya satu digit. Jadi jika ada yang menyampaikan 100 juta masyarakat miskin itu tidak benar," ujar Bambang saat bertemu kader partai Golkar di Banjarnegara, Jawa Tengah, Jumat (3/8/2018).
Sebelumnya mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengatakan masih ada 100 juta orang miskin di Indonesia. Di sisi lain, BPS mencatat pada Maret 2018 kemiskinan turun menjadi 9,82% lebih rendah dari September 2017 yang sebesar 10,12%.
Menurut Bambang turunnya angka kemiskinan di antaranya melalui program pemerintah seperti beras bantuan rakyat hingga banyaknya proyek infrastruktur.
"Dengan terbukanya lapangan pekerjaan tentu bisa mengurangi angka kemiskinan di Indonesia," kata pria yang beken disapa Bamsoet itu.
Halaman Selanjutnya
Halaman