Indonesia Butuh Indikator Baru untuk Data Kemiskinan

Indonesia Butuh Indikator Baru untuk Data Kemiskinan

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Sabtu, 04 Agu 2018 13:10 WIB
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Data kemiskinan di Indonesia masih kisruh. Pasalnya banyak pihak yang membaca data kemiskinan menggunakan indikator yang berbeda. Padahal Badan Pusat Statistik (BPS) sudah mengeluarkan angka kemiskinan Maret 2018 sebesar 25,95 juta orang.

Lalu bagaimana supaya tidak kisruh dalam membaca data kemiskinan? Apa dibutuhkan indikator lain untuk menentukan?

Ekonom INDEF Enny Sri Hartati menjelaskan untuk indikator data kemiskinan dibutuhkan satu ukuran yang pas agar tak terjadi salah persepsi di sejumlah kalangan. Dia menjelaskan jadi indikator data tidak hanya dari satu variabel seperti yang saat ini digunakan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Misalnya pemerintah melalui BPS menggunakan indikator 2100 kalori. Tapi juga disediakan data yang bisa dibandingkan dengan negara lain yang satu kondisi perekonomian," ujar Enny saat dihubungi detikFinance, Sabtu (4/8/2018).


Dia menjelaskan hal tersebut bisa dijadikan pemerintah untuk perbandingan keberhasilan dalam pengentasan kemiskinan. Kemudian cara tersebut juga bisa menjadi challenge untuk pemerintah dalam menghitung angka kemiskinan di Indonesia.

"Jadi bisa dilihat indikatornya efektif dan penting atau tidak. Jadi tidak terkungkung dengan satu indikator tapi banyak perdebatannya. Kalau begitu bisa saling klaim terus-terusan," ujar dia.

Mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) periode Maret 2018 jumlah orang miskin di Indonesia tercatat 25,95 juta. Jumlah ini menurun 633 ribu orang dari posisi September 2017 yang sebanyak 26,58 juta.

BPS menyebutkan, jumlah orang miskin di Indonesia sudah berada di posisi single digit. Karena turun 0,30% dibanding September. Pada Maret 2018 posisi persentase kemiskinan tercatat 9,82% lebih rendah dibanding sebelumnya 10,12%.

(KIL/ang)

Hide Ads