Direktur Strategi dan Portfolio Utang Ditjen PPR, Schneider Siahaan mengatakan, sejatinya utang yang dilakukan pemerintah untuk memenuhi visi dan misinya dalam membangun negara.
Menurutnya hampir tidak mungkin pemerintah merealisasikan janji kampanyenya tanpa berutang. Sebab APBN pun masih terus defisit, utang pun menjadi salah satu jalan untuk menutupinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Schneider memandang isu soal utang selalu dimainkan untuk kepentingan politik. Dia sebagai PNS Kemenkeu mengaku kesal pekerjaannya selalu disangkutpautkan dengan urusan politik.
Dia pun menyarankan agar para elit politik yang berselisih lebih baik fokus beradu gagasan dan program-program yang akan dilakukan.
"Utang ini jangan diributin urusan politik. Kalau lawan politik mau bicara ya bicara program ke depan mau bikin apa kemudian duitnya dari mana," tegasnya.
Sebelumnya diberitakan, tambahan utang sepanjang Jokowi menjabat sekitar Rp 1.644,22 triliun. Angka itu berasal dari perhitungan jumlah utang pemerintah pada 2014 sebesar Rp 2.608,8 triliun, kemudian bertambah menjadi 4.253,02 triliun per Juli 2018.
Namun Schneider menegaskan bahwa pemerintah saat ini juga berhasil mencicil utang. Menurut data Kementerian Keuangan, total utang jatuh tempo dari 2014 hingga 2018 yang dibayarkan pemerintah mencapai Rp 1.628 triliun yang terdiri dari pinjaman dan surat berharga negara (SBN).
Pada 2014 pemerintahan Jokowi membayar utang jatuh tempo sebesar Rp 237 triliun, pada 2015 sebesar Rp 226,26 triliun, 2016 sebesar Rp 322,55 triliun, 2017 sebesar Rp 350,22 triliun dan 2018 sebesar Rp 492,29 triliun.
Saksikan juga video ' Utang Luar Negeri RI Capai Rp 5.000 Triliun Lebih, Amankah? ':
(das/eds)