Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita blak-blakan soal alasan Indonesia masih impor garam meskipun punya garis pantai terpanjang di dunia.
Menurut Enggar, ada 2 faktor utama yang menyebabkan produksi garam Indonesia tak mampu memenuhi kebutuhan nasional sehingga mengharuskan pemerintah melakukan impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertama adalah iklim atau cuaca di Indonesia yang dianggap kurang mendukung untuk memproduksi garam.
"Kita (Indonesia) iklim kita, di Jawa ini hujan itu 4 sampai 5 bulan dalam setahun," ujar Enggar dalam blak-blakan di kantor detikcom, Jakarta, Kamis (13/9/2018).
Kondisi ini jauh berbeda dengan wilayah di belahan bumi lain seperti Darwin yang hanya hujan satu bulan dalam setahun.
Faktor lainnya adalah kualitas air laut alias tingkat kemurnian air laut yang menjadi bahan baku utama untuk memproduksi garam.
Wilayah sentra produksi garam seperti Cirebon misalnya, kualitas garamnya kurang maksimal lantaran kualitas air lautnya yang kotor karena sudah banyak tercemar.
"Mana mungkin (menghasilkan garam berkualitas), coba lihat lautnya saja cokelat," jelas pria 66 tahun ini.
![]() |
Sehingga menurutnya, panjang garis pantai tak bsa jadi patokan RI bisa meniadi produsen garam terbesar di dunia.
"Jadi memang areal (pertambakan garam) itu tidak ditentukan panjang garis pantai. Tapi apakah mungkin atau tidak (menjadi sentra produksi garam)? Di situ dilihat dari iklim," tutur dia.
Meski demikian, bukan berarti Indonesia bakal selamanya menjadi budak impr garam. Ada cara lan yang bisa dilakukan untuk meningkatkan produksi garam nasional, salah satunya adalah menetapkan lokasi yang tepat untuk dijadikan sentra roduksi garam.
Salah satu wilayah yang paling mungkin jadi sentra produksi garam adalah Nusa Tenggara Timur.
"Yang paling efektif dan yang paling memungkinkan adalah dari NTT," jelas Enggar.
NTT memiliki dua faktor utama yang paling memungkinkan untuk menjadi sentra produksi garam nasional. Pertama adalah iklim cuaca.
"Di Timor, satu tahun dua bulan setengah hujan. Kemudian di Flores satu tahun 3 bulann hujan," jelas dia.
Baca juga: IHSG Menguat 9 Poin, Parkir di 5.751 |
Sementara kualitas air di sana juga terpantau cenderung lebih jernih ketimbang daerah lain di Indonesia.
"Di NTT itu adalah yang terbaik," sambung dia.
"Itulah pemerintah pusat dan gubernur NTT yang baru ini melakukan berbagai cara untuk, membuat NTT sebagai produsen garam," tandas Enggar. (dna/dna)