Untuk mengatasi hal itu, pemerintah menyiapkan beberapa strategi, salah satunya dengan memberlakukan tarif progresif di jalan tol. Wacana ini tengah digodok oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya.
"Ide congention pricing yang disampaikan pengusaha truk, ada macam. Pertama kalau tol macet, pintu tol bisa ditutup nggak bisa masuk (ramp metering). Kemudian kedua, semakin macet, tarif tol dinaikkan (dinamic pricing). Jadi tarif progresif, makin macet makin naik. Saat sepi turun lagi," kata Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Bambang Prihartono di Gedung Kemkominfo, Jakarta, Rabu (26/9/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau yang di tol ke depan harus dibatasi karena jalan tol sama seperti kereta api kalau kursinya penuh maksa naik kereta nggak? Tidak kan, menunggu kereta selanjutnya. Di tol juga sama kalau kapasitasnya sudah penuh harusnya ditutup tapi butuh proses," tambahnya.
Namun untuk menerapkan wacana ini, pemerintah masih akan melakukan kajian terlebih dahulu. Tujuannya untuk melihat kemampuan bayar para pengguna. Jika kebijakan ini ketika diterapkan bisa mendorong orang berpindah menggunakan transportasi umum maka kebijakan ini akan dilakukan.
"Kalau terlalu murah tidak ada yang mau berpindah nanti. Belum sampai ke tarif kajiannya, tapi itu perlu," tuturnya.
Sementara untuk jalan non tol di Ibu Kota akan diterapkan Electronic Road Pricing (ERP). Penerarapan ERP akan dilakukan setelah masa kebijakan ganjil genap selesai diterapkan.
"Jadi nanti berbarengan. Yang non tolnya ERP, yang tolnya dengan dynamic pricing. Berbarengan," tambah Bambang.