Tak berapa lama, setelah mengantar perempuan tadi, si pengendara kembali ke tempat semula. Sambil tangan kanan menaik-turunkan transmisi menggeber kendaraan, dia menunggu orang lain untuk datang memakai jasanya lagi.
Pengendara adalah Nimo, dia merupakan salah satu ojek lintas batas yang ada di perbatasan Indonesia-Papua Nugini. Dengan cekatan dia mengantar penumpang dari Pasar Skouw Papua sampai ke ujung gerbang perbatasan negara, dan sebaliknya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain Nimo, ojek lintas batas memang cukup banyak ditemukan di wilayah perbatasan antara Indonesia dengan Papua Nugini. Mereka punya gaya yang khas, pakai helm merah-putih plus baju hijau bertuliskan 'Ojek Lintas Batas' di bagian belakangnya.
Kalau di Jakarta, ciri khas mereka ini mirip dengan ojek-ojek online yang banyak beredar. Tapi, ojek lintas batas ini lebih untuk karena berada di perbatasan dua negara, yakni Indonesia dan Papua Nugini.
"Biar keren, jadi kita (ojek lintas batas) punya ciri khas. Helmnya juga warna bendera Indonesia. Jadi identitas diri," kata Nimo.
![]() |
Para ojek lintas batas itu rata-rata berasal dari warga desa terdekat dengan perbatasan, mulai dari Desa Mosso. Mereka bahkan telah memiliki komunitas ojek lintas batas yang beranggotakan lebih dari 60 orang.
Keberadaan ojek lintas batas ini disebut-sebut untuk memudahkan para pelancong dari Papua Nugini yang hendak berbelanja ke Pasar Skouw di Indonesia. Sebab, jarak yang ditempuh cukup jauh dari gerbang perbatasan ke wilayah pasar kalau jalan kaki. Mungkin sekitar 1 kilometer.
Salah satu ojek perbatasan Hengki Giyahe mengungkapkan, ojek lintas batas sejatinya telah ada sejak dekade 90-an. Saat itu, sebelum ada Pasar Skouw seperti sekarang ini, wilayah perbatasan merupakan pasar bebas antara Indonesia dengan Papua Nugini.
"Dari situlah kami mulai ojek sampai sekarang ini. Ketika kami mengojek, pemerintah pun setuju kami juga mesti ojek di sini. Kami sebagai warga setempat di sini," cerita Hengki saat ditemui beberapa waktu lalu.
Menjadi ojek lintas batas merupakan profesi yang cukup memikat bagi para penduduk desa setempat. Banyak orang di pasar yang menggunakan jasa mereka, apalagi orang-orang dari negara seberang.
Bahkan di hari pasar, yakni Selasa dan Kamis, penumpang ojek lintas batas akan naik hingga dua kali lipat. Mereka pun siap dibayar dengan mata uang kina Papua Nugini dan rupiah. Nilai 1 kina sama dengan Rp 3.500-4.000, tergantung kursnya.
Untuk biayanya, mereka mematok Rp 10.000 sekali jalan, atau sekitar 3 kina untuk warga Papua Nugini. Tak jarang, mereka juga melakukan tawar-menawar kepada pelanggannya.
Sedangkan kalau membawa banyak barang belanjaan, tarif ojek juga akan dinaikkan sedikit biasanya. Para ojek lintas batas itu pun mengaku cukup puas dengan profesi yang dijalaninya.
"Kalau hari pasar kurang lebih bisa dapat 100 kina. Kalau bukan hari pasar di bawah 50 kina. Gede kan dapatnya hehe," ucap Hengki sedikit tertawa.
Ikuti cerita menarik lainnya mengenai perbatasan Indonesia di Tapal Batas detikcom.
Tonton juga 'Tapal Batas Tiba di Perbatasan Skouw':
(fdl/eds)