"Harus dikerjakan dengan full mekanisasi dan pola mina padi sehingga dapat menghemat Rp 15 juta per hektare, dari biaya cetak sawah Rp 19 juta menjadi Rp 4 juta per hektare. Pemerintah kabupaten mendukung biaya bahan bakar," jelas Amran dalam keterangan tertulis, Kamis (18/10/2018).
Hal tersebut disampaikannya saat menghadiri pembukaan puncak Peringatan Hari Pangan Nasional (HPS) ke-38 di Desa Jejangkit, Kecamatan Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Selatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amran juga menyebut bahwa lahan rawa menjadi bagian penting masa depan pertanian Indonesia. Saat musim kemarau Juli-September lahan rawa menjadi penyumbang produksi nasional.
Untuk itu, lahan rawa dimanfaatkan oleh berbagai tanaman pertanian, misalnya padi, jagung, kedelai, hortikultura sayuran, jeruk, peternakan kambing dan itik, bahkan untuk budidaya perikanan seperti ikan mas, nila, lele dan lainnya. Pengelolaanya dengan integrated farming yakni mina-padi, ternak itik, sayuran dan lainnya.
"Hari ini kita buktikan melihat bersama ada terobosan baru untuk pangan Indonesia. Kami bangun di lahan rawa ini ada inovasi baru yang menjadikan rawa sebagai penyangga pangan nasional. Ini pesan terpenting dari pelaksanaan HPS tahun ini," ujarnya.
Dirinya juga mengatakan lahan rawa yang tersebar di 18 provinsi dan 300 kabupaten di seluruh Indonesia berpotensi untuk pengembangan pertanian seluas 21,82 juta hektare, atau sebesar 64%.
"Apabila digarap 10 juta hektare saja yang tersebar di Sumsel, Kalsel, Jambi, dan Kalbar, ditanam minimal dua kali setahun, dengan produktivitas 6 ton per hektare, akan menghasilkan padi 120 juta ton setara 60 juta ton beras. Beras surplus bahkan bisa memasok kebutuhan dunia," katanya.
Selanjutnya Amran mencontohkan lahan rawa di Kalimantan Selatan yang telah ditanam jagung dengan pola zig-zag dan pemupukan menghasilkan 20 ton per hektare, bawang merah 10 ton per hektar dan semangka 7 kg per buah dengan pola tumpangsari pepaya.
"Produktivitas dulu 2 ton per hektare umur 6 bulan, sekarang menjadi 6 ton per hektare. Bahkan bisa ditanam padi tiga kali setahun produktivitas 8,3 ton per hektare, hasilnya 250 juta ton setara Rp 1.134 triliun. Produksi ini mampu memasok pangan dunia," ungkapnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, FAO Representative di Indonesia Stephen Rudgard mengatakan upaya membangun kantong penyangga pangan nasional dari lahan rawa sejalan dengan tema yang diangkat pada HPS kali ini, "Optimalisasi Pemanfaatan Lahan Rawa Lebak dan Pasang Surut Menuju Indonesia Lumbung Pangan Dunia 2045".
Optimalisasi lahan rawa menjadi upaya yang cukup besar untuk menghadapi tantangan pertambahan jumlah penduduk ditambah dengan meningkatnya urbanisasi dan perubahan permintaan konsumen.
"Kami melihat kepemimpinan pemerintah dalam hal ini, dan kami sangat senang bahwa Kementerian Pertanian mempromosikan penerapan praktik-praktik pertanian yang baik terkait penerapan model FAO untuk intensifikasi produksi pangan yang berkelanjutan, termasuk mengurangi penggunaan pestisida melalui pengendalian hama terpadu," ujar Stephen.
Stephen pun menekankan peningkatan produktivitas melalui pemanfaatan lahan rawa ini sangat penting untuk memberikan makan populasi yang terus berkembang. Namun lebih penting lagi untuk memiliki pendekatan pertanian yang berkelanjutan dalam berbagai intervensi pertanian.
Sebagai informasi, pembukaan puncak Peringatan HPS ini turut dihadiri pula oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Darmin Nasution, Ketua DPR RI, Bambang Soesatyo, Gubernur Kalimantan Selatan, Syahbirin Noor, para Bupati, perwakilan FAO, para Pelaku Usaha, Asosiasi, HKTI, KTNA, dan pegiat pertanian. (mul/mpr)