"Jadi kalau kita memberikan kenaikan gaji lebih dari pertumbuhan ekonomi nasional artinya lebih besar pasak dari pada tiang gitu loh," jelas dia kepada detikFinance, Kamis (18/10/2018).
Ia menjelaskan, produktivitas buruh Indonesia masih kurang, sementara tuntutan dari buruh semakin banyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menjelaskan, buruh harus paham mengenai kondisi perushaan agar bisa meningkatkan produksi.
Bila produktivitas perusahaan meningkat, maka keuntungan dari Perushaan juga akan semakin tinggi. Hal itu tentu berdampak pada kenaikan gaji atau upah yang akan diterima oleh buruh.
"Jadi buruh kita itu harus dilihat kemampuannya juga, ya kalau produktivitasnya bagus ya siapa sih yang nggak bakal kita pekerjakan. Pasti buruh itu akan dijaga, jadi solusinya bagi buruh kalau ingin peningkatan kesejahteraan, kerjasama dengan perusahaan," jelas dia.
Azzam menjelaskan, melihat dari kondisi saat ini juga dilihat oleh para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia.
Para investor akan lebih memilih negara yang memiliki produktivitas pekerja yang tinggi. Bahkan ia mencontohkan, para investor lebih memilih untuk membuka usaha di negara tetangga dibandingkan di Indonesia, karena jumlah jam kerja dan waktu di negara lain seperti Vietnam dan Thailand lebih banyak.
"Banyak dari mereka yang investasi di Vietnam. Sehingga Vietnam sekarang ekspornya lebih besar dibandingkan Indonesia. Contoh misalnya sepatu, sekarang saja ekspornya sepatu Vietnam itu 5 kali lipat dari Indonesia," papar dia.
Baca juga: Menakar Besaran UMP 2019 |
Selain para investor berpaling ke negara lain karena tuntutan buruh yang tidak sesuai dengan kualitas dan tingkat produktivitas, perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia juga terancam melakukan eksodus yang akan mengakibatkan PHK.
"Karena investasinya yang tadinya ada di Indonesia misalnya pindah ke Vietnam. Ini akan memicu eksodus bahkan bukan memicu eksodus lagi akan berdampak PHK juga. Kalau kita ingin upah buruh kita sejahtera. Gaji bagus, ya tingkatkan produktivitas. Kerjasamalah dengan buruh kemudian perusahaannya kemudian pemerintah," papar dia.
Sebagai informasi, Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) telah menetapkan kenaikan UMP 2018 sebesar 8,71%. Jumlah tersebut berasal dari data inflasi nasional sebesar 3,72 persen, serta pertumbuhan ekonomi 4,99 persen berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS).
Hal itu sesuai Pasal 44 ayat 1 dan 2 Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, maka formula penetapan UMP memuat pertumbuhan ekonomi nasional (PDB) dan data inflasi nasional. (dna/dna)