"Memang ada informasi bahwa ada nasabah yang tertunda pembayarannya, tidak tepat waktu ketika jatuh tempo, klaimnya tidak dipenuhi. Memang ada beberapa juga yang melakukan pengaduan ke OJK," kata Kepala OJK Purwokerto, Sumarlan kepada wartawan usai acara Purwokerto Investival Goes To Campus di Universitas Muhammadiyah Purwokerto, Kamis (1/11/2018).
Dia mengatakan terkait asuransi AJB Bumiputera 1912, pengawasannya saat ini berada di kantor pusat OJK, di mana tengah dilakukan strukturisasi terkait asuransi Bumiputera, sedangkan OJK Purwokerto tidak mempunyai kewenangan untuk mengawasi Bumiputera.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun demikian, dia mengatakan jika memang ada yang melakukan pengaduan ke OJK atau misalnya ada masyarakat yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dengan asuransi Bumiputera bisa langsung disampaikan ke kantor OJK Purwokerto untuk nantinya diteruskan ke kantor OJK pusat.
"Misalnya ada masyarakat yang merasa tidak puas terhadap pelayanan dengan asuransi yang dimaksud ya sampaikan saja ke OJK melalui mekanisme pengaduan, nanti kita teruskan ke kantor pusat. Karena memang bukan kewenangan pengawasan dari daerah masing masing,"ujarnya.
Dia mengatakan jika selama ini hampir rata-rata nasabah yang datang ke kantor OJK Purwokerto keluhannya hampir sama, yakni tertundanya pembayaran klaim permi sejak jatuh tempo belum juga dibayarkan.
"Kalau saya lihat dan monitor klaimnya terbayar, cuma tidak tepat waktu tapi terbayar," ungkapnya.
Sementara menurut Kepala Cabang AJB Bumiputera 1912 Purwokerto, Supono mengatakan jika sejak 1912 sampai September 2017 Bumiputera tidak pernah menolak penebusan klaim. AJB Bumiputera hanya menjalankan perintah dari pengelola statuter yang saat ini mengelola Bumiputera dengan menerbitkan moratorium penghentian proses klaim penebusan untuk menyelamatkan nasabah.
"Artinya moratorium yang dikeluarkan oleh statuter itu adalah bentuk dari upaya pemerintah untuk menyelamatkan pemegang polis. Moratorium ini kan sementara, sampai nanti pengelola staruter ini memandang Bumiputera sudah layak beroperasi kembali," ujarnya.
Selain itu pengelola statuter juga mengeluarkan surat Corporat Garansi, dimana para pemegang polis dijamin haknya dan dananya tidak akan hilang dari Bumiputera. Kemudian sebagai bentuk penyelamatan terhadap pemegang polis dilakukanlah moratorium penghentian proses klaim penebusan.
"Tidak ada satupun yang tidak kita layani meskipun saat ini ada moratorium tetap kita jelaskan, yang pada cair hari ini itu orang yang sudah mengajukan sebelumnya (sebelum moratorium), ini kan tidak berlaku surut. Artinya semua pemegang polis yang mengajukan sebelum moratorium semuanya dibayar, walaupun sesuai penjadwalan," ujarnya.
Dia menjelaskan bentuk usaha Bumiputera adalah mutual atau usaha bersama, artinya seluruh modal dari pemegang polis. Sehingga perlu dilakukan moratorium agar tidak ada penarikan polis besar besaran dari para nasabah.
"Karena jika nantinya Bumiputera bangkrut karena seluruh polis dijual semua maka nasabah tidak berhak mendapatkan haknya karena modalnya dari nasabah," ucapnya.
Pencairan hampir Rp 1 M
Di Kabupaten Banyumas saja setidaknya terdapat sekitar 12 ribu nasabah Bumiputera. Dari jumlah tersebut tidak sampai 10 persen nasabah yang ingin mengajukan penebusan klaim.
"Bulan Oktober saja kita sudah cairkan sekitar hampir Rp 1 miliar," ucapnya.
Dia mengungkapkan jika dari lima jenis klaim yang ada di Bumiputera, semua pencairan lancar. Meskipun ada satu jenis klaim yang paling banyak dipermasalahkan oleh klien, yakni klaim penebusan dimana klaim ini merupakan pemutusan asuransi secara sepihak.
Dia menjelaskan jika asuransi adalah perjanjian hukum yang dituangkan dalam bentuk kontrak, dan ketika sudah sepakat jangka waktu dan terjadi pemutusan secara sepihak maka otomatis perjanjian hukum harus dibatalkan. Terlepas Bumiputera sedang dalam penanganan Pemerintah atau tidak, pencairan klaim ini memang membutuhkan waktu yang lama.
"Yang paling banyak komplain rata-rata yang itu yang penebusan. Dalam buku polis tidak ada penentuan harus dibayar berapa hari, artinya di dalam klausul polis itu tidak diatur substansi penebusan harus dibayar berapa hari, bisa satu bulan, dua bulan, tiga bukan, artinya waktu idealnya tidak ditentukan," katanya.
Sementara menurut salah satu nasabah Bumiputera, Ruswati mengatakan jika dirinya sudah menutup asuransinya di Bumiputera namun hingga saat ini belum juga dapat mencairkan
"Sudah saya tutup, tapi belum cair, janjinya 6 bulan, tapi ini sudah 7 bulan belum cair," katanya singkat.
Nasabah AJB Solo lapor OJK
Keterlambatan pencairan klaim asuransi juga terjadi pada nasabah Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 di Surakarta. Sebanyak 40 orang telah melaporkannya ke kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Surakarta.
Jumlah tersebut didata hingga tanggal 31 Oktober 2018. Mereka merupakan warga Solo dan sekitarnya.
"25 laporan itu klaim kontrak habis. Sedangkan 15 sisanya itu penebusan asuransi yang belum habis masanya," kata Kepala OJK Surakarta, Laksono Dwionggo saat ditemui di kantornya, Kamis (1/11/2018) sore.
Adapun lama keterlambatan pencairan sudah mencapai empat bulan. Sedangkan besaran nilai rupiah yang diklaimkan tidak disebut dalam laporan.
OJK mengaku telah mengumpulkan pimpinan-pimpinan cabang Bumiputera di Solo dan sekitarnya. OJK memberikan arahan untuk menangani nasabah yang protes mengenai klaim asuransi.
"Seluruh pengaduan ke sini kami terima dan langsung kami sampaikan ke OJK pusat. Kita sampaikan ke nasabah juga kalau pengaduannya sudah diterima di pusat," kata dia.
Sementara itu, pihak kantor cabang AJB Bumiputera di Solo mengaku tidak berwenang mengurus masalah pencairan klaim. Kantor cabang hanya bertugas menerima berkas nasabah dan memverifikasi berkas.
"Setelah kita kita serahkan ke pusat. Jadi persetujuan itu langsung dari pusat. Kalau disetujui, transfer dananya juga langsung pusat. Kami tidak punya kewenangan apa-apa," kata pegawai kantor cabang AJB Bumiputera Gladak Solo yang enggan disebutkan namanya. (hns/hns)