Strategi Susi Berantas Sampah Plastik di Laut

Strategi Susi Berantas Sampah Plastik di Laut

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Senin, 26 Nov 2018 07:40 WIB
Strategi Susi Berantas Sampah Plastik di Laut
Foto: Pradita Utama
Jakarta - Matinya paus sperma di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, telah membuka mata banyak orang akan bahayanya sampah plastik. Hal itu menunjukan sampah plastik menimbulkan persoalan serius terhadap lingkungan.

Oleh karena itu, sampah plastik mesti segera diatasi. Sehingga, tidak menimbulkan masalah yang lebih besar lagi.

Permasalahan sampah plastik ini juga menjadi perhatian Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti. Susi tengah berupaya mengurangi penggunaan plastik sehingga sampah yang ditimbulkan tidak semakin menumpuk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas, seperti apa langkah Susi? Berikut berita selengkapnya seperti dirangkum detikFinance:

Susi berupaya mengurangi penggunaan plastik di lingkungan tempat kerjanya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Adapun cara yang ditempuh Susi ialah menerapkan sanksi tegas ke pegawainya yakni, denda Rp 500 ribu untuk pegawai yang membawa air minum kemasan.

"Di KKP sudah ada, you bawa mineral water ke KKP kena denda Rp 500 ribu," kata dia di Gelora Bung Karno (GBK) Senayan Jakarta, Minggu (25/11/2018).

Larangan membawa botol ini sudah sejak lama diterapkan di KKP. Dalam catatan detikFinance, pada Maret 2018 Susi pernah menyatakan melarang pegawainya membawa minuman kemasan.

Susi melanjutkan, sejatinya pemerintah telah memiliki regulasi terkait penanganan sampah plastik. Tapi, Susi tak mengingat secara detil aturan itu.

"Peraturannya sudah ada, Perpres saya lupa nomornya tapi sudah ditandatangan Presiden tahun ini 2018, sudah ada rencana aksi nasional penanganan sampah plastik di laut, semua KL punya tugasnya masing-masing," ujarnya.

"Sebagai pribadi, sebagai menteri, kita semua, Anda semua sebagai warga negara harus buat ini sebagai program nasional negeri kita, pribadi kita, bangsa kita, karena kalau tidak sampah akan merusak hidup dan kesejahteraan kita terganggu karena sampah," ujarnya.

Selain itu, Susi juga mengimbau masyarakat mengurangi pemakaian plastik. Salah satunya ialah tidak memakai sedotan untuk minum.

"Saya minta Anda dan kita semua mulai jangan pakai sedotan minum. Kelapa saja harus pakai sedotan. Di pulau-pulau kecil yang indah-indah sedotannya berserakan sepanjang pantai. Pakai langsung saja, air kelapa itu menetes langsung ke kulit kita bisa bikin halus kulit ya nggak? Kenapa harus pakai plastik," terang Susi.

Untuk mengurangi sampah plastik ini, Susi juga mendorong pemakaian kemasan yang tidak sekali pakai. Kemasan itu dipromosikan Susi dalam kegiatan memasak di Kawasan Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta kemarin

Susi menceritakan, kemasan atau tas plastik itu dibuat oleh seorang pengrajin bernama Istiqomah, asal Demak. Tas berwarna hijau itu berasal dari plastik limbah garmen.

"Kita kenalin yang juga pionir pengurangan sampah laut. Sekarang tinggal kita. Pasti semua bawa kresek, aku mau buat contoh, pinjam saja sini (kresek), kresek ini sama begini (tas daur ulang), cantik mana coba. (Kresek) kalau sudah sedikit sobek pasti dibuang. Buangnya mikir enggak, berr," kata Susi.

Lebih lanjut, tas tersebut berbentuk anyaman. Tas ini lebih awet karena tebal dan kuat.

Susi mengatakan, karena awet tas ini bisa terus digunakan dan tidak menimbulkan sampah. Tidak seperti plastik kresek yang cepat rusak sekali pakai.

Setelah rusak, plastik itu kemudian dibuang dan menimbulkan sampah di laut.

"Makan sama paus, pausnya mati," tambahnya.

Menurut Susi, selain mengatasi sampah plastik, tas daur ulang juga menjadi peluang usaha karena menghasilkan pundi-pundi uang.

"Entrepreneurship itu datang dari mana saja. Yang harus jalan pikiran kita, hanya kuat kalau kita pintar. Kita pintar kalau makan ikan," tutupnya.

Selain masalah sampah plastik, Susi juga fokus pada peningkatan konsumsi ikan. Maka dari itu, KKP terus mengkampanyekan gemar makan ikan.

Susi melanjutkan, ikan mengandung gizi yang bisa membuat masyarakat cerdas. Dia mengatakan, tahun lalu konsumsi ikan nasional ialah 46 kg per tahun per kapita. Tahun ini, Susi ingin konsumsi ikan menjadi 50 kg per tahun per kapita.

Susi ingin mengejar konsumsi ikan Indonesia seperti Jepang. Jepang sendiri konsumsi ikannya 80 kg per tahun per kapita. Menurut Susi, masyarakat Jepang cerdas-cerdas karena konsumsi ikannya tinggi.

"Jadi kita ingin manusia-manusia Indonesia mulai makan ikan untuk mencapai petumbuhan konsumsi ikan Indonesia sama dengan Jepang. Jepang sudah 80 kg. Tahun kemarin 46 kg, tahun ini kita ingin target 50 kg. Jadi kalau lihat orang Jepang pinter-pinter jangan heran karena mereka seafoodnya lebih banyak. Kita mau seperti mereka, ya makan sama dengan mereka," kata Susi.

Susi kemudian mengimbau untuk mengganti konsumsi daging merah dengan ikan.

"Jadi uang yang pakai untuk daging merah kita ganti ke ikan, udang. Ikan sama saja, sama gizinya," ujarnya.

Susi menambahkan, ikan lebih murah daripada daging merah. Selain itu, ikan juga lebih sehat dibanding daging.

"(Daging merah) Kolestrolnya banyak yang tidak bagus, protein sama (ikan), tapi kandungan kolestrolnya tidak sehat. Jadi lebih senang makan ikan daripada makan daging," tutupnya.

Hide Ads