Seperti halnya kebijakan menahan harga bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik. Di tengah fluktuasinya harga minyak dan juga kurs, maka hal tersebut memberikan dampak pada operasional PT Pertamina dan PT PLN.
Harga BBM dan tarif listrik yang ditahan pun akan dilepas kembali atau dinaikan pada pertengahan tahun 2019. Hal itu karena tidak ingin beban APBN dan keuntungan dua BUMN energi terus tergerus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut selengkapnya yang dirangkum detikFinance, Jakarta, Sabtu (1/12/2018).
BBM dan Listrik Jadi 'Bom Waktu'
Ilustrasi/Foto: Rengga Sancaya
|
"Pilihan Presiden Jokowi untuk tidak naikan harga BBM setahun ini tanpa tambah subsidi di APBN menyebabkan beban tinggi pada Pertamina sehingga keuntungannya tergerus," kata Berly saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Menurut Berly, kebijakan tersebut akan menjadi beban APBN jika tidak diambil langkah tegas untuk melakukan penyesuaian.
Selain BBM dan listrik, kata Berly, kebijakan tidak menaikkan iuran BPJS Kesehatan pun akan berujung sama pada APBN. Sampai saat ini, BPJS Kesehatan masih mengalami defisit yang cukup besar.
Selain itu, penyaluran Elpiji 3 kilogram (kg) subsidi yang belum tepat sasaran juga bisa menjadi beban APBN di tahun depan.
Oleh karena itu, pada tahun depan pemerintah diyakini melakukan penyesuaian harga-harga yang selama ini ditahan. Hal ini yang disebut sebagai 'bom waktu'.
Siapapun Presidennya, BBM dan Listrik Harus Naik di 2019
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
|
"Setelah pilpres, siapapun pemenangnya maka harga BBM, listrik, dan iuran BPJS perlu disesuaikan sehingga tidak gerogoti APBN. Subsidi Elpiji juga perlu diubah sistemnya sehingga tidak bocor pada kelompok menengah atas," kata Direktur Program Indef Berly Martawardaya saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Berly menjelaskan, langkah pemerintahan kabinet kerja menahan harga BBM dan listrik membuat keuntungan dua BUMN energi yaitu Pertamina dan PLN semakin tergerus. Apalagi di tengah fluktuasinya harga minyak dunia dan kurs dolar AS yang tidak menentu.
Oleh karena itu, Berly menilai siapapun yang akan menjadi pemimpin Indonesia di tahun depan, maka sudah seharusnya menaikkan harga BBM dan listrik. Serta mengatur penyaluran Elpiji 3 kilogram (kg).
Bikin Harga Sembako Meroket
Ilustrasi/Foto: Sylke Febrina Laucereno/detikFinance
|
Peneliti dari Indef Bhima Yudhistira mengatakan harga sembako akan meroket harganya setelah pemerintah melakukan penyesuaian harga. Bhima menilai, di tahun 2019 siapapun pimpinannya mau tidak mau harus melakukan penyesuaian harga BBM dan tarif listrik.
"Iya pemerintah tahan harga BBM dan listrik ini untuk pemilu 2019. Untungnya harga minyak mulai turun. Tapi 2019 jika kondisi memburuk pasca pemilu bisa disesuaikan harganya dengan signifikan," kata Bhima saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Jika harga BBM dan tarif listrik disesuaikan, Bhima menilai akan berdampak pada harga sembako yang juga akan ikut naik.
Alhasil, kebijakan Presiden Jokowi hanya akan menjadi 'bom waktu' dan yang akan menanggung semua itu adalah masyarakat.
Inflasi Meroket ke 5%
Ilustrasi/Foto: Ari Saputra
|
Direktur Program Indef Berly Martawardaya mengatakan peningkatan inflasi tersebut jika pemerintah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan tarif listrik.
"Akibat penundaan kenaikan harga-harga di 2018, prediksi saya inflasi 2019 akan naik ke kisaran 5% plus minus 1%," kata Berly saat dihubungi detikFinance, Jakarta, Jumat (30/11/2018).
Berly menganggap, langkah pemerintah menahan harga BBM subsidi dan penugasan serta tarif listrik membuat APBN terbebani, ditambah lagi keuntungan BUMN energi yaitu Pertamina dan PLN tergerus.
Oleh karena itu, siapapun presiden terpilih pada tahun 2019 mau tidak mau menaikkan harga BBM dan tarif listrik. Langkah menahan harga BBM dan tarif listrik ini disebut sebagai 'bom waktu ekonomi'.