"Artinya semua data termasuk soal pangan khususnya produksi maupun stok beras bersumber sepenuhnya dari BPS. Jadi data pangan atau data apapun sesuai undang-undang statistik ini dikerjakan dan dikeluarkan BPS," ujar Pengamat Kebijakan Publik, Razikin Juraid dalam keterangan tertulis, Senin (17/12/2018).
Sementara itu menurut Razikin, Kementerian Pertanian tidak mengolah data pangan. Data yang disajikannya bersumber dari BPS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut Razikin menegaskan semua data pangan bersumber dari BPS karena selain berdasarkan UU, juga sesuai dengan kebijakan Presiden Jokowi tentang satu data satu peta. Urusan data tentu otoritasnya ada di BPS dan peta merupakan kewenangan yang hanya dimiliki Badan Informasi Geospasial (BIG).
"Saya mengakui jika pendataan data pangan oleh BPS terhenti di tahun 2015, tapi ini bukan berarti bahwa kementerian teknis seperti Kementerian Pertanian lah mulai 2016 sampai sekarang yang membuat data sendiri hingga merilis," ungkapnya.
"Kementerian ini dalam membuat data perkiraan produksi dan stok beras, tetap mengacu data yang dikeluarkan BPS seperti data tingkat konsumsi per kapita, data produktivitas, luas baku sawah dan angkat tetap produksi itu sendiri," imbuhnya.
Menurutnya dalam menghasilkan data produksi padi, BPS menggunakan metode eyes estimate, sedangkan data terbaru produksi padi yang dirilis juga pada Oktober 2018 baru-baru ini, BPS menggunakan Metode Kerangka Sampling Area (KSA). Dengan demikian, Kementan tentu merupakan pihak pengguna data sebagai rujukan dalam menyusun kebijakan dan program.
Dirinya melanjutkan bukti lain bahwa Kementan tidak mengeluarkan data dilihat dari data luas baku sawah baru 2018. Data ini sudah tidak bisa lagi dibantah dikeluarkan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Buktinya, Ketetapan Menteri ATR/Kepala BPN-RI No.339/Kep-23.3/X/2018 tanggal 8 Oktober 2018 tentang luas baku sawah Indonesia seluas 7,79 juta hektare. Sementara data luas baku sawah sebelumnya dirilis BPS melalui Sensus Pertanian sebesar 8,19 juta hektare," bebernya.
Baca juga: Impor November US$ 16,88 Miliar, Turun 4,47% |
Perlu diketahui, sebelumnya Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui bahwa kesalahan penghitungan data produksi beras secara nasional terjadi sejak 1997. Dengan begitu, permasalahan data pangan sudah berlangsung 21 tahun.
"Dari fakta ini, saya kembali tegaskan bahwa data tidak dikeluarkan Kementerian Pertanian. Apalagi kesalahan data beras dialamatkan ke Kementerian Pertanian. Jika ada yang berpikir seperti itu, tentu itu orang sesat berpikir. Justru Kementerian Pertanian patut kita katakan sebagai pihak dikorbankan atas ketidakakuratan data," tutupnya. (ega/hns)