Jakarta -
Pada 28 Desember 2018 kemarin PT Bursa Efek Indonesia (BEI) telah resmi menutup perdagangan saham tahunan. Presiden Joko Widodo lah yang secara seremonial menutup perdagangan saham.
Pada hari itu BEI juga melaporkan tentang kinerja pasar modal sepanjang 2018. Salah satu prestasi yang dibanggakan BEI adalah banyaknya jumlah emiten baru di pasar modal sepanjang 2018.
Sayangnya banyaknya jumlah perusahaan baru yang mencatatkan sahamnya di 2018 tidak sejalan dengan perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG pada penutupan perdagangan 2018 justru yang tercatat turun 2,54% dibanding posisi penutupan 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski begitu BEI selaku wasit pasar modal pada 2018 mengeluarkan beberapa kebijakan dan terobosan baru. Berikut kaleidoskop pasar modal sepanjang 2018:
BEI pada 2018 cukup getol menjaring perusahaan baru untuk mencatatkan sahamnya di pasar modal. Tercatat ada sebanyak 57 perusahaan baru yang melakukan pencatatan perdana saham di 2018.
Jumlah emiten baru itu merupakan jumlah yang tertinggi selama kurun waktu 26 tahun terakhir sejak swastanisasi Bursa Efek Indonesia ketika masih bernama Bursa Efek Jakarta pada tahun 1992.
Jumlah pencapaian itu juga merupakan yang terbanyak di antara negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada tahun 2018.
Dengan penambahan emiten baru itu, jumlah perusahaan tercatat tahun ini juga tembus 619 emiten. Sementara total dana yang dihimpun di pasar modal tahun ini sebanyak Rp 16,01 triliun.
Banyak jumlah emiten baru di pasar modal tidak mampu membuat investor semakin betah menanamkan uangnya di pasar modal. IHSG justru rontok.
Pada penutupan perdagangan 2018 IHSG berhenti di posisi 6.194. Angka itu lebih rendah 2,54% dibanding posisi akhir 2017 di posisi 6.355.
Nilai aset investor di pasar modal Indonesia juga mengalami penurunan sebesar 7,27% dari Rp 4.292 triliun pada tahun 2017 menjadi Rp.3.980 triliun pada akhir tahun 2018.
Pada awal tahun sebenarnya laju IHSG cukup menjanjikan. Pada Januari 2018 IHSG berkali-kali pecah rekor, seperti tembus level 6.680 pada 29 Januari 2018.
Tren positif IHSG juga berlanjut pada Februari 2018. IHSG bahkan sempat mencapai posisi tertinggi sepanjang masa pada 19 Februari 2018 di posisi 6.689.
Namun sejak pecah rekor tertinggi itu, IHSG terjun bebas. Bahkan IHSG balik lagi ke wilayah 5.000an. Pada 3 Juli 2018 merupakan posisi IHSG paling rendah yakni 5.633.
Banyak hal yang membuat IHSG anjlok yang kebanyakan merupakan sentimen negatif dari global. Mulai dari ancaman kenaikan suku bunga The Fed, hingga perang dagang antara Amerika Serikat dan China, belum lagi penguatan dolar AS yang membuat rupiah terpuruk.
Kondisi itu membuat investor asing menarik dana dari pasar modal. Jika lihat selama 2018 total dana asing yang keluar (net sell) di seluruh pasar mencapai Rp 50,32 triliun.
Meski begitu BEI juga telah melakukan banyak terobosan di sepanjang 2018. Salah satu terobosan besar adalah percepatan settlement atau penyelesaian transaksi perdagangan bursa dari T+3 menjadi T+2.
Itu artinya proses transaksi hingga barang baik saham maupun uang benar-benar selesai menjadi 2 hari dari sebelumnya 3 hari. Era baru penyelesaian transaksi T+2 itu berlaku mulai 26 November 2018 lalu.
Dalam rangka mempermudah persyaratan, mempercepat proses perizinan, dan meningkatkan proteksi investor, BEI juga menerbitkan perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat yang berlaku tanggal 27 Desember 2018.
Kemudahan persyaratan yang diberikan BEI antara lain mengakomodasi alternatif persyaratan Aset Berwujud Bersih (Net Tangible Assets) di Papan Pengembangan, berupa laba usaha dan kapitalisasi pasar, atau pendapatan usaha dan kapitalisasi pasar.
Alternatif tersebut juga mendukung Pencatatan saham perusahaan yang memiliki karakteristik tertentu antara lain industri kreatif dan start-up. Melalui perubahan Peraturan Nomor I-A, BEI tidak mengatur nilai nominal saham, namun mengatur harga saham pada saat Pencatatan perdana minimal sebesar Rp 100.
Selain itu, BEI juga meningkatkan kemudahan perizinan melalui penyederhanaan persyaratan dokumen pencatatan dan penyampaian dokumen softcopy secara terintegrasi antara BEI dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Pada penutupan perdagangan tahunan BEI secara resmi juga menerapkan notasi khusus atau 'tato' pada saham bermasalah. Tanda itu diberikan sebagai salah satu upaya memberikan perlindungan ke investor.
Dengan adanya tanda itu, investor bisa lebih hati-hati sebelum mengambil keputusan. Sejak diterapkan total ada 35 saham yang kena 'tato' dari BEI.
Halaman Selanjutnya
Halaman