BI Buka Peluang Pangkas Suku Bunga Acuan

BI Buka Peluang Pangkas Suku Bunga Acuan

Iin Yumiyanti - detikFinance
Senin, 07 Jan 2019 23:02 WIB
Foto: Iin Yumiyanti
Jakarta - Gejolak ekonomi global, seperti perang dagang hingga normalisasi perekonomian Amerika Serikat (AS) mendorong era suku bunga tinggi. Bank sentral dunia berlomba menaikkan suku bunga acuan untuk menarik dana asing yang mayoritas kembali ke AS.

Kondisi ini mempengaruhi Indonesia, dan sebagai langkah antisipasi, Bank Indonesia (BI) sudah menaikkan suku bunga acuan sebanyak 175 basis poin sejak awal tahun. Kini BI 7 days reverse repo rate berada di level 6%.


Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan kebijakan pengetatan suku bunga tak berpengaruh negatif terhadap kondisi pasar keuangan dalam negeri. Menurutnya naiknya suku bunga acuan sejauh ini masih bisa diimbangi dengan sejumlah relaksasi yang dikeluarkan BI.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Waktu kami menaikkan suku bunga, itu semua sudah diperkirakan. Kebijakan suku bunga itu baru berdampak kepada ekonomi kurang lebih setelah sekitar 6-8 kuartal. Jadi kami sudah tahu, waktu suku bunga naik tidak serta merta suku bunga deposito atau kredit naik," ujar Perry dalam acara diskusi bersama pemimpin redaksi media di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Senin malam (7/1/2019).


Di sisi lain, Perry tak menampik BI akan melakukan relaksasi terhadap suku bunga acuan, terutama setelah adanya tanda-tanda melunaknya kebijakan Pemerintah AS dan Bank Sentral AS atau The Federal Reserve.

"Moga-moga kebijakan Trump bisa selesai, Fed Fund rate tidak terlalu tinggi. Kalau kita lihat memang tanda-tandanya fed fund rate sudah peak dan inflasi rendah tentu ada room untuk menggali lagi kebijakan suku bunga," kata Perry.


Dia menambahkan BI akan terus memperhitungkan dengan matang mengenai kebijakan bunga acuan. Bunga acuan yang ditekanpun juga akan diimbangi dengan sejumlah relaksasi yang membuat kredit masih bisa tetap tumbuh.

"Jadi ini time matter. Masalah timing. Mumpung suku bunganya belum berdampak, kami kasih obat manis yang lebih banyak supaya dampaknya ke kredit tidak terlalu. Pertumbuhan kredit masih 12-13% secara nasional," ujarnya. (eds/hns)

Hide Ads