Sri Mulyani: Utang Populer karena Sekarang Musim Politik

Sri Mulyani: Utang Populer karena Sekarang Musim Politik

Hendra Kusuma - detikFinance
Rabu, 23 Jan 2019 21:00 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati/Foto: Maikel Jefriando
Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan utang menjadi topik populer karena saat ini tahun politik. Hal itu diungkapkannya saat menjadi pembicara di acara Rakernas Kementerian Agama Tahun 2019 dengan tema Akselerasi Manajemen Keuangan Kementerian Agama di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (23/1/2019).

Awalnya Sri Mulyani menjelaskan mengenai APBN Indonesia yang masih didesain dengan defisit, yaitu pendapatan lebih kecil dibanding belanja negara.

"Kalau total belanja lebih banyak dari penerimaan maka kita defisit, defisit itu didanai oleh utang, yang sekarang populer karena musim politik," kata Sri Mulyani.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Menurut Sri Mulyani Utang pemerintah itu sudah ada sejak era kepemimpinan Presiden Soeharto dan kini ramai karena musim politik.

"Padahal dari sananya utang itu sudah ada," ujar Sri Mulyani.


Mengutip data APBN KiTa, Jakarta, Selasa (22/1/2019), utang pemerintah pada Desember 2018 tercatat sebesar Rp 4.418,30 triliun. Angka ini naik Rp 22,33 triliun dari bulan November yang sebesar Rp 4.395,97 triliun.

Utang ini terdiri dari pinjaman serta penerbitan Surat Utang Negara (SBN). Pinjaman yang ditarik pemerintah di 2018 tercatat mencapai Rp 805,62 triliun.


Sebagian besar sisanya, merupakan hasil penerbitan SBN pemerintah di 2018 yang mencapai Rp 3.612,69 triliun atau 81,77% dari total utang pemerintah pusat.

Surat berharga negara tersebut dibagi menjadi dua yakni denominasi rupiah yang mencapai Rp 2.601,63 triliun dan denominasi valas yang mencapai Rp 1.011,05 triliun.

Yang jelas, total utang pemerintah yang sebesar Rp 4.418,30 triliun itu sama dengan 29,98% dari produk domestik bruto (PDB) yang berdasarkan data sementara Rp 14.735,85 triliun. Itu berarti utang pemerintah masih jauh di bawah batas yang ditetapkan ketentuan perundang-undangan yaitu 60% dari PDB. (hek/hns)

Hide Ads