BUMN Bikin Perusahaan Pesaing GoPay dan OVO

BUMN Bikin Perusahaan Pesaing GoPay dan OVO

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 14 Feb 2019 09:59 WIB
1.

BUMN Bikin Perusahaan Pesaing GoPay dan OVO

BUMN Bikin Perusahaan Pesaing GoPay dan OVO
Foto: Mindra Purnomo
Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) akan membentuk perusahaan layanan financial technology (fintech) sistem pembayaran berbasis QR code.

Fintech ini akan dinamakan LinkAja, namanya mengikuti integrasi dan sinergi BUMN kategori mesin ATM yakni ATM Merah Putih atau Link.

Layanan ini diharapkan bisa meraup potensi customer based dari lingkungan BUMN dan bisa meramaikan pasar fintech di Indonesia. Berikut berita selengkapnya:
LinkAja ini disebut-sebut bisa menjadi pesaing GoPay dan Ovo. LinkAja akan diluncurkan pada Maret mendatang, bagaimana kesiapannya?

Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Survei dan Konsultasi Kementerian BUMN Gatot Trihargo menjelaskan masing-masing bank seperti Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI) sudah memiliki layanan QR code. Kemudian Bank Mandiri dan Bank Tabungan Negara (BTN) sedang proses perizinan.

Selain itu T-cash milik Telkomsel juga akan menjadi LinkAja. T-cash dinilai platform yang paling siap dibandingkan aplikasi milik BUMN lain.

Gatot menjelaskan penggabungan ini diharapkan bisa membuat infrastruktur dan promosi bisa lebih efisien.

"Karena T-cash yang paling siap. Tinggal nanti persiapan untuk e-wallet, kan sekarang belum jadi. Nanti 30 hari setelah diluncurkan baru dievaluasi," ujar Gatot di Kementerian BUMN, Jakarta, Selasa (12/2/2019).

Komposisi pemegang saham LinkAja terdiri dari Telkomsel 25%, Bank Mandiri 20%, Bank Negara Indonesia (BNI) 20% dan Bank Rakyat Indonesia 20%. Kemudian Bank Tabungan Negara (BTN) 7%, Pertamina 7% dan Jiwasraya 1%.

Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Sugeng menjelaskan proses izin LinkAja sudah masuk ke bank sentral.

"Terkait dengan rencana integrasi uang elektronik BUMN dg brand Link Aja, benar telah ada pengajuan kepada BI. Sesuai ketentuan BI, pengajuan dilakukan oleh perusahaan yang bersangkutan dan saat ini tengah diproses tim perizinan," kata Sugeng.

Dia menambahkan pemrosesan izin tersebut akan mengacu pada ketentuan yg berlaku dan senantiasa memastikan terciptanya sistem pembayaran yg lancar, aman, efisien, dan andal, serta memperhatikan perlindungan konsumen.

Pada 2020, 50% transaksi di Indonesia diprediksi dikuasai uang digital. Hal itu mengingat sistem pembayaran digital seperti OVO dan GoPay meningkat.

Pengamat IT, Heru Sutadi mengatakan perkembangan sistem pembayaran digital akan lebih banyak digunakan masyarakat. Pasalnya, sistem tersebut memudahkan masyarakat.

"Pembayaran digital ini mendukung bagian inklusi keuangan. 2020 mungkin ini akan mulai terbentuk pasar bisa 40% hingga 50% perkembangannya (pembayaran digital)," kata dia kepada detikFinance, Rabu (13/2/2019).

Lebih lanjut, ia juga menyoroti perkembangan pembayaran digital dapat menyebabkan disrupsi atau gangguan pada sektor perbankan. Sebab, fungsi dari OVO dan Gopay hampir sama dengan perbankan.

Alhasil, sistem perbankan akan kalau dibandingkan pembayaran digital.

"Kan sarana pembayaran, transfer itu bisa pakai, dipermudah. Jadi ke depan pasar bisa akan besar, dan ini diprediksi akan terjadi satu permainan, disrupsi karena perbankan mengalami fase yang berubah dengan adanya transaksi (digital) ini," jelas dia.

Maka dari itu, ia menyarankan agar perbankan mau ikut meningkatkan transformasi sistem pembayaran digital. Dengan begitu, perbankan tidak akan mengalami gangguan.

"Kalau perbankan saya sarankan untuk transformasi dirinya, mendigitalisasi layanan. Kalau nggak mereka akan tertinggal," tutup dia.

Kehadiran LinkAja sebagai pemain baru ternyata disambut baik oleh para pendahulunya yang tergabung dalam Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPBI).

"Semakin banyak pemain semakin bagus. Kayaknya akan jadi salah satu game changers," kata Director Asosiasi Fintech Indonesia Tasa Nugraza Barley saat berkunjung ke markas detikcom di Gedung Trans Media, Jakarta, Rabu (13/2/2019).

Menurutnya, hadirnya pemain baru dengan size lebih besar tentu akan menambah kedalaman pasar fintech. Hal ini juga memungkinkan adanya ruang kolaborasi yang lebih besar, apalagi pemainnya adalah BUMN.

"It's all about collaboration. Dengan P2P misalnya secara regulasi memang juga didorong kolaborasi," katanya.

Hide Ads