Menanggapi itu, Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan, pembentukan kementerian baru mesti dikaji secara matang. Menurutnya, kementerian baru harus diukur tingkat efektivitas kerja, kordinasi, dan anggarannya.
Dia bilang, pembentukan kementerian baru sendiri belum tentu menyelesaikan masalah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"BKPM kan sudah ada untuk urusan investasi, tapi selama ini ada ego sektoral antar kementerian lembaga. Izin investasi misalnya sering bersinggungan dengan kementerian KLHK, ESDM dan pemerintah daerah. Buat kementerian baru belum tentu selesaikan permasalahan itu," ujarnya kepada detikFinance, Selasa (12/3/2019).
Dia melanjutkan, pembentukan kementerian baru juga butuh anggaran besar. Anggaran tersebut untuk kerja kementerian, biaya operasional, hingga sumber daya manusia (SDM).
"Sementara anggaran mendirikan kementerian baru juga tidak murah. Setiap tahun untuk Kementerian Perdagangan misalnya butuh dana Rp 3,5 triliun. Kalau buat dua kementerian baru minimum Rp 3,5 triliun dikali dua Rp 7 triliun. Belum biaya gedung, SDM diawal dan sebagainya. Tentu akan sangat mahal. Jangan sampai menambah beban APBN di tengah kenaikan utang negara," ujarnya.
Menurutnya, kementerian baru harus dikaji secara matang sebelum dilempar ke publik.
"Usul itu lebih baik dikaji dulu secara matang baru dilempar ke publik. Tidak semua masalah investasi dan ekspor selesai dengan buat institusi baru. Yang ada nanti makin birokratis dan sulitkan investor," tutupnya. (zlf/zlf)