Jakarta -
Presiden Joko Widodo usul maskapai asing bisa masuk ke dalam penerbangan domestik. Niatnya agar persaingan industri penerbangan lebih sehat dan harga tiket pun bisa terjangkau.
Wacana ini bergulir saat Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi bercerita bahwa dirinya diusulkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membuka kesempatan untuk maskapai asing bisa masuk Indonesia.
Senada dengan presiden, Budi memandang saran tersebut cukup bagus. Pasalnya, dengan bertambahnya pemain maka industri penerbangan bisa bersaing lebih baik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saran presiden untuk maskapai asing, itu saran yang baik karena bukan asingnya, tetapi kompetisinya. Kompetisi itu kalau ada, maka ada keseimbangan baru demand and supply. Harga akan jadi lebih fair. Kalau supply sedikit, demand banyak, harga tinggi," ungkap dia di kediamannya, Jakarta, Rabu (5/6/2019).
Lantas apakah maskapai asing yang masuk ke dalam penerbangan domestik efektif membuat tiket pesawat terjangkau? Simak jawabannya, klik halaman berikutnya.
Pengamat penerbangan Gerry Soejatman mengatakan bahwa usul presiden memang dapat membuat kompetisi usaha menjadi lebih baik. Namun urusan menjadikan harga tiket terjangkau belum tentu.
"Ya memang kalau lebih banyak kompetisi jelas lebih bagus. Namun apakah maskapai asing kita undang masuk apakah bisa menurunkan tiket?" ungkap Gerry kepada detikFinance, Minggu (9/6/2019).
Menurut Gerry, maskapai asing hanya menjual harga tiket murah saat low season. Kalau sudah high season justru harganya menjadi selangit.
"Coba dilihat maskapai asing jual tiket bagaimana caranya, memang kalau sepi (low season) murah kalau lagi ramai (peak season) itu bisa lebih besar dari tiket yang di Indonesia," kata Gerry.
Gerry mencontohkan harga tiket pada penerbangan rute Jakarta-Batam. Dari tiket yang hanya kisaran Rp 500 ribu, bisa menanjak hingga Rp 3-5 juta.
"Misalnya Jakarta-Batam, maskapai lokal bisa Rp 1,5 juta, maskapai asing cuma Rp 500 ribu, namun lihat nggak saat lagi ramai ke Singapura berapa?" kata Gerry.
"Maskapai asing ke Singapura itu bukan lagi Rp 500 ribu atau Rp 1,5 juta tapi bisa sampai Rp 3-5 juta buat LCC doang," tambahnya.
Gerry juga mempertanyakan apakah maskapai asing mau masuk ke dalam penerbangan domestik.
"Kembali lagi dengan kondisi sekarang apakah maskapai asing minat, jadi kalau mau diundang pun mereka minat nggak?" kata Gerry.
Banyak maskapai asing menurutnya malah tidak tertarik untuk masuk ke dalam industri penerbangan Indonesia. Mulai dari aturan tarif batas atas dan bawah, hingga kepemilikan minimal pesawat menjadi masalahnya.
"Banyak yang tertarik juga tapi tau-tau mundur semua, yang bikin mereka nggak minat itu ada aturan tarif batas atas dan batas bawah. Belum lagi aturan kepemilikan mesti punya 5 pesawat minimal itu cukup memberatkan," sebut Gerry.
Khususnya aturan tarif batas, menurut Gerry aturan ini tidak relevan dengan pergerakan pasar. Menurutnya tarif batas atas dan bawah ini harusnya ditiadakan, agar harga tiket menjadi bersaing dan mengikuti pasar.
"Untuk tarif batas, mengapa negara ini takut akan pergerakan pasar, kita ini negara non komunis yang punya peraturan tarif batas atas dan bawah, aturan yang anti pasar. Harusnya ditiadakan, maskapai juga nggak bodoh bikin harga," kata Gerry.
"Kalau masuk asing masih ada aturan tarif batas ya sama aja bohong harganya ya gitu-gitu aja diikutin," tambahnya.
Menurut, pengamat persaingan usaha Syarkawi Rauf, industri penerbangan memiliki banyak kendala bagi para pengusaha lokal untuk memulai usahanya. Lain dengan Gerry, Syarkawi justru mendukung penuh usulan Jokowi.
"Kalau lokal masuk industri ini kendalanya banyak. Pertama, industri ini high technology, jadi pembelian pesawat cukup sulit, yang operator eksisting saja mesti nunggu bertahun-tahun," ungkap Syarkawi kepada detikFinance, Jumat (7/6/2019).
Selain itu, menurut Syarkawi industri penerbangan juga harus menyiapkan modal yang relatif besar. Uang triliunan harus disiapkan, dan menurut Syarkawi tidak banyak pengusaha lokal yang mau mengeluarkan uang sebesar itu.
"Kedua, industri ini capital intensive relatif butuh modalnya besar. Minimal operator itu harus punya 5-10 pesawat, nah nggak banyak pemain lokal mau keluarin uang triliunan untuk jadi operator baru," kata Syarkawi.
Syarkawi juga menilai belum banyak pengusaha lokal yang memiliki pengalaman memadai dalam industri penerbangan. Maka sulit untuk menjaga maskapainya bertahan.
"Kemudian industri ini highly regulated, tidak banyak pemain lokal punya pengalaman untuk industri dan segala hubungannya. Sehingga banyak yang nggak bisa sustain, sulit untuk sustain," jelas Syarkawi.
Karena kendala-kendala tersebut, Syarkawi menilai maskapai asing lebih mampu untuk memasuki penerbangan domestik.
"Nah kalau lokal susah ya apa boleh buat? Pemain asing masuk," kata Syarkawi.
Syarkawi menambahkan bahwa memang industri penerbangan Indonesia, butuh penambahan maskapai yang beroperasi agar persaingan menjadi lebih sehat. Dengan persaingan sehat, maka setiap operator akan berlomba memberikan yang terbaik untuk konsumen.
"Pak Jokowi beberapa hari lalu buat statement bahwa diperlukan pemain baru ke industri ini, termasuk pemain asing, saya kira itu ide yang bagus. Ini bisa tambahkan kursi di pasar, sehingga persaingan penerbangan bisa lebih sehat," tutur Syarkawi.
Halaman Selanjutnya
Halaman