Surat Utang Pemerintah di Genggaman Asing

Surat Utang Pemerintah di Genggaman Asing

Trio Hamdani - detikFinance
Minggu, 18 Agu 2019 11:35 WIB
1.

Surat Utang Pemerintah di Genggaman Asing

Surat Utang Pemerintah di Genggaman Asing
Jakarta - Indonesia baru saja merayakan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan ke-74. Sayangnya Indonesia belum benar-benar merdeka dari sisi ekonomi, pasalnya surat berharga negara (SBN) alias surat utang pemerintah belum sepenuhnya dimiliki oleh domestik.

Berdasarkan catatan detikFinance pada 11 Juli 2019, arus modal asing pada data terakhir menunjukkan kepemilikan asing di SBN rupiah mencapai Rp 1.000,39 triliun. Jumlah itu bahkan sudah lebih tinggi dari posisi 2 Juli sebesar Rp 991 triliun.

Kepemilikan asing sendiri mencapai sekitar 40% dari profil SBN yang sudah diterbitkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lantas apa yang harus dilakukan pemerintah? Seperti apa minat masyarakat terhadap surat utang? Berikut informasi selengkapnya.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, membuat Indonesia masih semi terjajah dari sisi ekonomi.

"Kalau rasio utang semakin meningkat, jumlah utang secara nominalnya juga semakin tinggi. Nah kalau tidak diimbangi dengan kepemilikan domestik yang besar, maka akan terus menerus ya kita sebenarnya semi terjajah ya," kata Bhima kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).

"Karena hidup matinya perekonomian Indonesia setengahnya itu dipengaruhi oleh kepentingan kreditur asing gitu," jelasnya.

Jika porsi asing di surat utang ini tidak ditekan dengan kepemilikan domestik, konsekuensinya menurut Bhima tidak main-main seandainya asing menjual surat utangnya beramai-ramai.

Bhima mencontohkan, apabila terjadi ketidakpastian ekonomi, asing bisa saja keluar secara berjamaah, dan itu mengakibatkan pelemahan nilai tukar rupiah. Kemudian likuiditas di pasar keuangan menurun secara drastis.

"Apabila asing menjual surat utang secara serempak maka bisa menyebabkan krisis ekonomi. Bahkan lebih buruk dari tahun 1998. Itu konsekuensinya," tambahnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira menilai, salah satu caranya pemerintah perlu merangkul lebih banyak perusahaan fintech. Dengan fintech proses pembelian surat utang lebih mudah melalui telepon genggam.

Millenial ini tak bisa dipandang sebelah mata. Bhima menyebut jumlah mereka sekarang ada sekitar 90 juta orang. Tentu cara-cara konvensional tak akan dilirik oleh mereka.

"Sebenarnya sudah ada teknologinya tapi belum masif bekerja sama dengan perusahaan-perusahaan fintech, misalnya untuk menawarkan surat utang, masih sedikit kerja sama dengan perusahaan teknologi," kata Bhima kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).

Menurut dia ke depannya kerja sama dengan perusahaan teknologi di bidang keuangan ini perlu lebih masih dilakukan pemerintah

"Harus dimaksimalkan karena sekarang milenial ini sudah nggak bertransaksi secara fisik, jarang datang ke bank, mulai mengurangi kunjungan ke bank, dan mereka untuk membeli instrumen investasi sekarang melalui gadget," jelasnya.

Bahkan tak hanya sebatas fintech, Bhima menilai pemerintah perlu bekerja sama juga dengan perusahaan e-commerce maupun platform online lainnya.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan bunga yang ditawarkan surat utang dari pemerintah menggiurkan, bahkan lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga.

"Padahal bunganya relatif tinggi ya, lebih tinggi dari deposito, dan kalau dibandingkan dengan negara lainnya, bunga surat utang kita di Asia Pasifik saja itu yang paling tinggi kan, 7% lebih," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).

Tingkat inflasi Indonesia juga relatif rendah. Hal ini penting karena keuntungan riil yang diterima dari surat utang cukup dipengaruhi oleh inflasi. Ibaratnya kalau inflasi naik sementara bunga utang tetap, keuntungan riilnya relatif lebih rendah.

"Nah di sisi yang lain, tingkat inflasi kita rendah yang artinya keuntungan secara riil yang dipegang oleh pembeli surat utang itu cukup tinggi gitu," jelasnya.

Di samping itu, tentunya investasi di surat utang pemerintah lebih aman karena dijamin langsung oleh pemerintah.

"Kalau menurut saya surat utang adalah instrumen yang paling aman karena dijamin oleh pemerintah. Jadi tingkat risikonya relatif sangat rendah dibandingkan berinvestasi di pasar modal, properti bahkan, atau investasi di emas," tambahnya.

Nah, bagi yang berminat investasi surat utang, ada beberapa tips yang perlu jadi perhatian. Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, pertama adalah rajin mengecek informasi jadwal penerbitan surat utang yang ada di laman Kementerian Keuangan atau bank yang bekerja sama.

"Biasanya mereka membuat semacam pengumuman sebelum penerbitan surat utang. Jadi bisa mempersiapkan jauh hari," katanya kepada detikFinance, Jakarta, Sabtu (17/8/2019).

Kedua, manfaatkan platform digital karena biasanya Kementerian Keuangan menggandeng fintech untuk memproses transaksi pembelian surat utang. Namun fintech yang bekerja sama masih terbatas, salah satunya adalah Investree.

"Karena milenial melek teknologi digital, sekarang ada platform misalkan di fintech ya, Investree setahu saya, itu bisa melakukan pembelian surat utang pemerintah," jelasnya.

Hal ketiga yang harus diperhatikan adalah arah suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Pasalnya menurut Bhima itu cukup berpengaruh terhadap bunga surat utang. Akan menarik ketika suku bunga BI naik, karena kupon imbal hasil dari surat utang akan ikut naik. Kalau bunga acuan BI turun pun tak perlu khawatir karena bunga surat utang hanya akan turun sampai batas yang ditentukan.

"Ya harus cek arah kenaikan suku bunga atau penurunan suku bunga acuan, karena surat utang bunganya atau imbal hasilnya ditentukan oleh arah suku bunga acuan Bank Indonesia, sebutnya.

Hide Ads