33 Perusahaan tersebut justru melirik Vietnam, Malaysia hingga Kamboja dan Thailand. Achmad Sigit menjelaskan, harga tanah di kawasan industri sudah cukup mahal dibandingkan di negara-negara lain. Tak heran, 33 perusahaan yang cabut dari China lebih memilih negara tetangga Indonesia.
"Harga tanah di kawasan industri sudah cukup mahal dibandingkan dengan negara-negara pesaing kita. Mereka kan belajar dari pengalaman investor terdahulu di Indonesia," katanya saat diwawancara detikcom, Jumat (6/9/2019).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya soal harga, perizinan di bidang tanah ini juga memakan waktu yang sangat lama. Begitu pula regulasi-regulasi lainnya.
"Ya memang masih banyak regulasi di kita yang menghambat investasi, khususnya tentang regulasi di bidang pertanahan yang lama sekali penyelesaiannya," jelasnya.
Faktor berikutnya adalah akses pasar Indonesia yang masih terbatas dibandingkan negara tetangga, misalnya Free Trade Agreement (FTA) alias perjanjian perdagangan bebas.
"Investor biasanya akan mencari negara yang punya akses pasar lebih baik, sedangkan kita belum punya FTA dengan EU (Uni Eropa) maupun USA yang merupakan pasar utama khususnya investor dari China yang ingin ekspor ke EU maupun USA," tambahnya.
(toy/hns)