-
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melakukan inspeksi pada seluruh pesawat Boeing 737 NG yang beroperasi di Indonesia.
Hal tersebut merupakan buntut dari laporan pelaksanaan DGCA Indonesia Airworthiness Directives (AD) nomor 19-10-003 dan FAA Airworthiness Directives Nomor 2019-20-02. Dalam laporan tersebut ditemukan ada retakan ada pesawat Boeing B737NG (Boeing 737 New Generation).
Retakan tersebut terjadi pada frame fitting outboard chords and failsafe straps adjacent to the stringer S-18A straps yang mengakibatkan kegagalan Principal Structural Element (PSE) untuk mempertahankan batas beban. Sehingga dapat mempengaruhi integritas dari struktural pesawat tersebut yang bisa kehilangan kontrol pada pesawat tersebut.
Berikut fakta-faktanya.
Direktur Kelaikudaran dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKPPU) Avirianto, menyatakan bahwa DKPPU telah memerintahkan kepada operator penerbangan yang mengoperasikan pesawat B737NG agar segera melakukan instruksi sesuai Airworthiness Directive 19-10-003.
Pesawat B737NG yang berumur lebih dari 30.000 Flight Cycle Number (FCN), wajib melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan tersebut tidak lebih dari 7 hari sejak tanggal efektif AD 19-10-003 atau tanggal 11 Oktober 2019
Untuk B737NG yang berumur lebih dari 22.600 FCN juga wajib melakukan pemeriksaan. Pemeriksan yang dilakukan tidak lebih dari 1000 FCN sejak tanggal efektif AD 19-10-003. Selanjutnya pemeriksaan dilakukan kembali setiap 3500 FCN secara berulang.
"Saat ini maskapai yang mengoperasikan pesawat B737NG adalah Garuda Indonesia sebanyak 73 pesawat, Lion Air sebanyak 102 pesawat, Batik Air sebanyak 14 pesawat, dan Sriwijaya Air sebanyak 24 pesawat" jelas Avi.
Alvirianto juga menambahkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan oleh DKPPU per 10 Oktober 2019, menjelaskan bahwa ada 1 pesawat B737NG milik Garuda Indonesia mengalami keretakan yang berumur lebih dari 30.000 FCN, serta 2 pesawat milik Sriwijaya Air.
Berdasarkan hasil dari pemeriksaan pada pesawat B737NG yang berumur lebih dari 30.000 FC per 10 Oktober 2019, ditemukan 3 pesawat yang mengalami keretakan, dan harus diberhentikan beroperasi sambil menunggu hasil dari rekomendasi lebih lanjut dari pihak Boeing.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan membenarkan hal tersebut. Pihaknya sudah mengandangkan atau melakukan grounded terhadap pesawat jenis tersebut yang retak dibagian sayap.
"Jadi kita sejak 5 Oktober lalu sudah grounded satu pesawat yang kita temukan ada crack, Nah itu sesuai tindaklanjut dari FAA sama Boeing," kata dia saat dihubungi detikcom, Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Pemeriksaan telah dilakukan terhadap 3 pesawat Garuda Indonesia yang sudah Flight Cycle Number (FCN) sebanyak 30 ribu kali. Hasilnya ada 1 pesawat yang mengalami crack atau retak. "Nah itu kita langsung grounded per 5 Oktober lalu," jelasnya.
Dihubungi terpisah, Direktur Teknik Sriwijaya Air Romdani Ardali Adang mengatakan, pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing 737 NG dengan cycle di atas 30 ribu ada 5 unit. Dari hasil pemeriksaan terdapat 2 pesawat yang diketahui retak.
"Nah pesawat Sriwijaya ada 5 yang di atas 30 ribu cycle dan 2 ketemu ada crack di area (sayap) tersebut," ujarnya.
Setelah dievaluasi, pesawat tersebut rawan bila diterbangkan dan bisa menyebabkan sayap bermasalah pada saat terbang. Untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan maka pesawat dikandangkan dulu.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Dua burung besi milik Sriwijaya Air jadi korbannya, di mana terjadi retak di bagian sayap sehingga tak bisa beroperasi. Mereka pun mengaku merugi akibatnya.
"Ya kalau merugikan pasti, harusnya kan terbang buat operasional. Karena nggak terbang jadi nggak bisa berproduksi," kata Direktur Teknik Sriwijaya Air Romdani Ardali Adang saat dihubungi detikcom, Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Dia belum bisa memastikan berapa kerugiannya bila menghitung lamanya proses perbaikan agar dua pesawatnya bisa terbang lagi. Namun sebagai gambaran, biaya sewa pesawat tersebut adalah US$ 200 ribu per bulan.
Satu pesawat biasanya mampu terbang sebanyak enam rute dalam sehari. Artinya dua pesawat yang tidak bisa beroperasi membuat Sriwijaya Air kehilangan pendapatan dari 12 rute.
"Ya paling kita kurangi schedule-nya. Kalau satu pesawat kan biasanya bisa ke 6 rute ya, (dua pesawat) 12 rute," tambahnya.
Sementara VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan tak menyebut kondisi di atas membuat maskapai pelat merah itu rugi. Tapi dari segi fleksibilitas penerbangan berkurang karena pesawat lainnya harus membackup.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>
Garuda Indonesia telah menyampaikan klaim ke Boeing akibat adanya masalah pada produk pabrikan tersebut dengan jenis 737 NG. Satu pesawat maskapai pelat merah tersebut turut mengalami keretakan di sekitar sayap. Imbasnya satu pesawat tidak bisa beroperasi sementara.
VP Corporate Secretary Garuda Indonesia Ikhsan Rosan mengatakan pihaknya sudah menyampaikan klaim. Sayangnya dia belum bisa menyampaikan detailnya, termasuk jumlah ganti rugi yang diminta.
"Kita sudah sampaikan klaim juga. Tapi belum ada detail yang bisa disampaikan ya," kata dia saat dihubungi detikcom, Jakarta, Selasa (15/10/2019).
Selain Garuda Indonesia, Sriwijaya juga mengoperasikan lima burung besi jenis 737 NG. Dua di antaranya terjadi keretakan di sekitar sayap. Namun pihaknya tak ada rencana meminta ganti rugi.
"Nggak (minta ganti rugi ke Boeing), kalau ganti rugi sih nggak," kata Direktur Teknik Sriwijaya Air Romdani Ardali Adang saat dihubungi.
Dia menjelaskan, ganti rugi tidak dilakukan karena mempertimbangkan faktor tertentu, di mana masalah yang terjadi di 737 NG bukan karena produknya yang gagal.