-
Sejumlah perwakilan dari Suku Dayak menyampaikan masukan ke pemerintah terkait pemindahan ibu kota di Kalimantan Timur. Masukan itu diberikan dalam acara Seminar Nasional Kebudayaan Dayak dan Kontribusinya terhadap Pemindahan Ibu Kota Negara ke Kalimantan Timur di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Jakarta, kemarin (17/10/2019).
"Seminar nasional ini bertujuan menampung gagasan konstruktif dari masyarakat lokal khususnya suku bangsa Dayak," kata Sekretaris Menteri PPN Himawan Hariyoga Djojokusumo membuka acara.
Masukan yang masuk ke pemerintah beragam, dari permintaan lahan hingga soal ketenagakerjaan. Berikut berita selengkapnya dirangkum detikcom.
Wakil Bendahara Umum Majelis Adat Dayak Nasional (MADN) Dagut H Djunas mengatakan, kondisi masyarakat Suku Dayak dalam posisi terjepit. Sebab, tanah dan hutan adat semakin menyempit karena investor mengembangkan lahan kelapa sawit, tambang, dan hutan.
Oleh sebab itu, ia meminta agar pemerintah memberikan jaminan atas tanah dan hutan adat ini. Ia meminta agar masyarakat adat diberikan lahan 5 hektar (Ha) untuk tanah adat dan 10 ha untuk hutan adat.
"Itu artinya bahwa masyarakat kita menginginkan bagaimana masyarakat kita mempunyai tanah 5 Ha tiap kepala keluarga yang diberikan sertifikat gratis oleh pemerintah. Dan setiap desa memiliki hutan adat minimal 10 ha yang juga diberi legalitas," katanya dalam seminar itu.
Dia memaparkan, berdasarkan data yang ada, sebanyak 285 desa di Kalimantan Tengah yang telah menghilang. Desa itu tergantikan oleh perkebunan sawit.
"Akibat itu masyarakat kita kurang lebih menurut data yang ada pada kami khusus 285 desa yang tinggal hanya desanya saja, itu semua perkebunan sawit dan itu membuat munculnya forum koordinasi Tani Dayak Misik, yang pada saat ini sudah dibentuk kelompok-kelompok di desa, sudah dibentuk ada 870 desa di Kalimantan Tengah dari 1.560 desa di Kalimantan Tengah," paparnya.
Memang, pihaknya menyadari masyarakat tak mampu mengolah lahan itu sendiri. Namun, lahan itu bisa dikerjakan bersama dengan investor.
"Maka tidak berlebihan masyarakat Dayak menuntut 5 ha tiap kepala keluarga diberikan sertifikat gratis dari 5 Ha dibuat produktif. Kita menyadari mungkin kita tidak mampu menggarap 5 ha tapi kehadiran investor bisa dibuat kerja sama sehingga masyarakat menghasilkan untuk kebutuhan hidupnya," jelasnya.
Terkait hutan adat, pihaknya ingin pemerintah menjamin 4 hak masyarakat adat yakni berburu, memungut hasil hutan, meramu, dan keperluan religius.
"Hutan adat minimal 10 Ha, kenapa mengingat di 285 desa sudah tidak ada lagi hutan adatnya kami berharap kebijakan hutan adat adalah pengakuan PBB di dalam hutan adat ada 4 hak masyarakat adat kita," terangnya.
Tokoh Ikatan Cendekiawan Dayak Nasional (ICDN) Kaltara, Dolvina Damus mengatakan masyarakat adat Suku Dayak minoritas di Kalimantan. Mereka biasanya tinggal di pedalaman, pinggiran dan perbatasan.
Ia menilai posisi mereka yang minoritas perlu menjadi perhatian. Sebab, hal itu rawan kecemburuan sosial yang menimbulkan konflik.
"Pada posisi ini, dalam kesenjangan posisi ini rentan menimbulkan kecemburuan sosial yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, dan ini yang harus diantisipasi," jelasnya.
Jelasnya, khusus di Kalimantan Timur yang merupakan calon ibu kota baru hanya sebanyak 10% yang mengakui sebagai Suku Dayak. Mereka hidup bertani dan berladang.
Sementara, suku bangsa lain juga hidup di Kalimantan Timur seperti Suku Banjar yang menguasai perdagangan dan Bugis yang menguasai perdagangan antar pulau transportasi. Serta, ada juga Suku Jawa yang dominan sebagai pegawai negeri dan swasta.
Ia melanjutkan, Suku Dayak perlu perhatian khususnya terkait aspek ketenagakerjaan.
"Diharapkan dalam pembangunan dan pengembangan ibu kota dapat diberikan kebijakan khusus kepada Suku Bangsa Dayak baik dalam hal ketenagakerjaan yang pasti melihat akan ada pendatang dari luar. Sehingga perlu diberikan kebijakan khusus kepada Suku Dayak terkait kebijakan ketenagakerjaan tersebut," jelasnya.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro akan mengakomodasi permintaan Suku Dayak yang meminta lahan 5 ha per kepala keluarga. Bambang bilang akan menyampaikan usulan tersebut ke Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR) atau Badan Pertanahan Nasional (BPN).
"Tentunya, nanti akan kami sampaikan Kementerian ATR BPN untuk melihat akomodasi dari permintaan tersebut," katanya.
Sejalan dengan itu, Bambang menjelaskan pemerintah tengah membangun ibu kota baru di Kalimantan Timur di mana yang dibangun bukan hanya ibu kotanya saja. Namun, juga wilayah penyangga.
Bambang bilang, pemerintah juga akan melakukan pembangunan yang intinya memudahkan masyarakat setempat berinteraksi.
"Pada intinya yang sudah kami sampaikan masyarakat secara umum, yang dibangun nanti tidak hanya di dalam wilayah ibu kota negara saja, tapi juga mencakup daerah penyangga, sekelilingnya, termasuk bagaimana caranya membangun masyarakat lokal. Sehingga, masyarakat lokal nanti bisa berbaur dengan mudah di ibu kota baru tersebut," paparnya.
Bambang sendiri belum bisa memastikan apakah warga Dayak mendapat alokasi itu. Menurutnya, itu kewenangan Menteri ATR.
"Itu Menteri ATR yang lebih bisa menjawab," ungkapnya.