-
Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini diperkirakan hanya bisa dicapai di angka 5%. Angka tersebut pun bisa dicapai dengan catatan semua kondisi global dan internal bisa dijaga dengan baik sampai akhir tahun.
Ekonomi Indonesia pada kuartal 3 bahkan diramal tumbuh lebih lambat di angka 4,9%. Berbagai tekanan eksternal seperti adanya ketegangan geopolitik, anjloknya harga komoditas, hingga kondisi domestik yang cukup lemah menjadi pertanda awal dari penurunan lebih lanjut yang akan terjadi pada tahun 2020 dan 2021.
Industri manufaktur, sebagai sektor yang paling berkontribusi dalam perekonomian domestik justru mengalami pola yang lebih parah. Industri manufaktur tercatat memiliki pertumbuhan sebesar 3,59% (yoy) pada kuartal II 2019.
Secara keseluruhan, data-data tersebut tidak menunjukkan gambaran yang baik tentang perekonomian Indonesia saat ini dan seterusnya hingga akhir 2019. Tentu ini memberikan kesan akan masa depan yang suram ke depannya.
"Kami memperkirakan PDB akan tumbuh lebih lambat pada 4,9% untuk kuartal III-2019. Kami merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi untuk 2019 menjadi 5-5,1%" kata Kepala Kajian Makro LPEM UI, Febrio Kacaribu dalam paparan Indonesia Economic Outlook 2020 di LPEM FEB UI Salemba, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Perlambatan ekonomi global yang berpengaruh pada perdagangan dan investasi ke dalam negeri menjadi sebabnya. Sementara itu, sektor manufaktur juga terus menurun, terutama di negara-negara maju termasuk China, Amerika Serikat (AS), zona Eropa, dan Jepang.
Belum lagi ditambah ketegangan perdagangan AS-China dan Brexit yang akhirnya berdampak negatif pada sektor manufaktur sehingga perlambatan menjadi tak terhindarkan.
Pada akhirnya, perdagangan dan investasi diharapkan bisa tumbuh stabil. Untuk mencapai target tadi, diharapkan investasi khususnya bisa tercapai di level 6%.
"Investasi harus tumbuh di 6%. Kalau cuma tumbuh 5% (investasi), ini gagal," kata Febrio.
Namun investasi secara jangka panjang untuk Indonesia dipercaya masih tetap menarik. Namun, penting untuk menyiapkan strategi jangka pendek untuk menangkis ketidakpastian global agar tak terdampak secara berkepanjangan.
"Yang penting Bank Indonesia sampaikan ke pasar keuangan, bahwa mereka akan melakukan apa, suku bunga mau naik berapa kali, rupiah akan ditahan sampai berapa, agar pasar memahami," kata Febrio.
Seretnya perdagangan dan investasi masih menjadi tantangan terbesar dalam menggenjot pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2020. Kepala Kajian Makro LPEM UI, Febrio Kacaribu mengatakan tren perlambatan global untuk perdagangan dan pertumbuhan ekonomi akan berlanjut dengan tambahan risiko terjadinya krisis di negara maju pada tahun 2020.
"Walaupun ekspor tetap akan tumbuh negatif tahun ini, adanya tanda-tanda kenaikan harga komoditas, terutama minyak sawit, menawarkan potensi pertumbuhan yang non negatif untuk ekspor Indonesia pada tahun 2020," katanya.
Hambatan perdagangan dan investasi yang tetap tinggi di Indonesia akan menyebabkan pertumbuhan investasi tetap lemah tahun depan. Pemerintah diharapkan dapat mempercepat reformasi yang signifikan guna meningkatkan iklim investasi agar target ekonomi di 2020 tetap terjaga.
"Kami memprediksi pertumbuhan PDB sebesar 5-5,2% untuk tahun 2020 berdasarkan pada beberapa skenario. Jika tidak dimitigasi secara tepat, risiko resesi di negara-negara maju akan memperburuk pertumbuhan PDB Indonesia di tahun 2021," kata Febrio.
Lanjut ke halaman berikutnya >>>Potensi guncangan dari ketegangan perdagangan yang meningkat dalam beberapa bulan terakhir menambah kekhawatiran terjadinya resesi. Diwarnai ancaman pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk mengenakan tarif tambahan ekspor China dan tarif baru untuk ekspor Uni Eropa.
Dampaknya ke Indonesia sendiri sudah mulai terasa pada kinerja ekspor sepanjang tahun ini. Kepala Kajian Makro LPEM UI, Febrio Kacaribu memaparkan, dari Januari hingga Agustus 2019 ekspor Indonesia tercatat turun 8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
"Jika tidak dimitigasi dengan baik, risiko resesi di negara maju dapat memperburuk pertumbuhan PDB Indonesia pada tahun 2021," katanya saat ditemui di LPEM UI, Jakarta, Senin (4/11/2019).
Namun demikian dia meyakini, jika krisis AS terjadi dalam waktu dekat, ada jeda waktu hingga dampaknya terasa ke perdagangan Indonesia.
"Di tahun 2009, ekspor Indonesia merosot 15% (yoy) akibat terjadinya krisis keuangan global, sementara pertumbuhan ekonomi melambat menjadi 4,7%. Tren ini menunjukkan bahwa transmisi guncangan global ke sektor riil domestik tertinggal sekitar enam kuartal dari awal mulanya krisis keuangan di AS pada kuartal II-2008," kata dia.
Perubahan harga bahan bakar global juga akan secara signifikan mempengaruhi neraca perdagangan. Febrio bilang, pemerintah perlu menjaga permintaan domestik untuk mengantisipasi hal tersebut.
Proyeksi adanya resesi di tahun 2020 semakin nyata di mana The Fed terus menunjukkan sikap kebijakannya yang non agresif, dengan meningkatnya kemungkinan penurunan suku bunga oleh The Fed di bulan ini hingga akhir 2019. Diperkirakan pelonggaran The Fed maupun bank sentral lainnya akan terus berlanjut di tahun 2020.
Bank Indonesia (BI) saat ini juga berjanji untuk terus melakukan pelonggaran karena adanya perubahan fokus untuk mendukung pertumbuhan. Untuk itu, BI diharapkan setidaknya menahan suku bunga pada tahun 2020 sampai terjadinya gejolak nilai tukar rupiah.
"Kemungkinan ada ruang untuk pemotongan lebih lanjut sebesar 25 bps oleh BI di tahun 2020 jika rupiah terdepresiasi lebih dalam atau untuk menyesuaikan dengan pergerakan suku bunga Fed," kata Febrio.
"Kami melihat bahwa ketika krisis terjadi, hal itu akan mempengaruhi sistem keuangan Indonesia dengan memicu arus modal keluar yang akan memberikan tekanan besar pada Rupiah. Namun, jika BI dapat memitigasi risiko tersebut, itu akan mendorong modal mengalir kembali ke Indonesia setelah periode turbulensi berakhir," tambahnya.