Bu Sri Mulyani, Setoran Pajak Masih Tekor Rp 441 T Nih

Bu Sri Mulyani, Setoran Pajak Masih Tekor Rp 441 T Nih

Hendra Kusuma - detikFinance
Sabtu, 14 Des 2019 08:30 WIB
Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat setoran pajak baru mencapai Rp 1.136 triliun per akhir November 2019 atau 72% dari target Rp 1.577 triliun. Capaian tersebut akan berpengaruh terhadap defisit anggaran yang sudah ditarget sebesar 2,2%.

Jika penerimaan pajak kurang banyak dari target, maka defisit anggaran pun akan melebar. Pasalnya, defisit anggaran tercipta karena belanja negara lebih besar dibandingkan dengan penerimaan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga tengah memantau pergerakan seluruh belanja negara dalam dua minggu ke depan. Hal itu menyusul kekurangan setoran pajak tersebut mencapai Rp 441 triliun.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pokoknya nanti kita selesaikan seluruhnya akhir tahun, dua minggu ini kita lihat pergerakan dari seluruh belanja-belanja yang bisa confirm dan tidak confirm, yang bisa cair dan tidak bisa cair," kata Sri Mulyani di kantor pusat DJP, Jakarta, Jumat (13/122019).

Selain belanja, Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengaku akan memantau pergerakan penerimaan yang berasal dari bea cukai, dividen hingga penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

Yang pasti, Sri Mulyani memastikan bahwa defisit anggaran pada tahun 2020 akan berada di level 2,2 persen atau sesuai target yang sudah disampaikan Kementerian Keuangan ke publik.

Namun, respons pemerintah menanggapi defisit penerimaan pajak ini dinilai lambat. Kok Bisa? Apa masalahnya? Klik ke halaman selanjutnya.

Bu Sri Mulyani, Setoran Pajak Masih Tekor Rp 441 T Nih


Respons Pemerintah Dinilai Lambat Gara-gara Ini

Kinerja penerimaan pajak di 2019 bakal jauh dari target. Hingga akhir November 2019, penerimaan pajak baru mencapai 72% atau Rp 1.136 triliun dari target Rp 1.577 triliun.

Dengan kata lain masih kurang Rp 441 triliun dari target. Pertanyaannya, kenapa sulit mencapai atau paling tidak mendekati target penerimaan pajak?

"Menutup 2019, pajak penghasilan Indonesia hampir pasti jauh dari harapan. Ancaman resesi global khusus pertumbuhan ekonomi negatif secara berulang di negara-negara yang ukuran ekonominya terhadap ekonomi global cukup besar bukan isapan jempol. Permintaan global yang menurun telah membuat negara yang berbasis ekspor kelimpungan," kata Partner; DDTC Fiscal Research, Bawono Kristiaji di Bakoel Koffie, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Gejolak ekonomi yang terjadi seperti anjloknya harga komoditas dan perang dagang telat diantisipasi oleh pemerintah. Hal itu dikarenakan pemerintah disibuki adanya Pemilu dibanding memikirkan imbasnya terhadap penerimaan pajak.

"Sayangnya, hal ini tidak direspons secara cepat pada semester I-2019. Faktor pemilu agaknya jadi alasan. Pemilu yang diadakan pada bulan April tidak langsung telah mengurangi ruang improvisasi pemerintah dalam pemungutan pajak," tambahnya.



Skenario Terburuk

Sementara tahun ini tinggal menyisakan waktu 18 hari lagi. Diramalkan skenario terburuk tekor pajak tahun ini mencapai Rp 259 triliun.

Danny Darussalam Tax Center (DDTC) Fiscal Research mengeluarkan prediksi penerimaan pajak tahun ini. Ada 3 proyeksi yang kemungkinan bisa terjadi dan ketiganya jauh dari target pemerintah.

"Di bulan terakhir ini kita susah proyeksi kira-kira tahun ini berapa realisasinya. Ada dua angka, dua angka pertama range berkaca pada sistem pajak tahun lalu," kata Ekonom Fiskal DDTC Fiscal Reseach, Denny Vissar di Bakoel Koffie, Jakarta, Jumat (13/12/2019).

Dua rentang itu berdasarkan proyeksi optimistis dan proyeksi pesimistis. Untuk proyeksi optimistis penerimaan pajak diperkirakan mencapai Rp 1.398 triliun dan pesimistis Rp 1.361 triliun.

"Namun kita juga buat angka ketiga dengan asumsi kinerja pajak hingga kuartal III-2019," ujarnya.

Angka ketiga itu merupakan proyeksi terburuk yang angkanya sekitar Rp 1.318 triliun. Angka terburuk itu artinya setoran pajak terburuknya bisa tekor Rp 259 triliun atau hanya mencapai 83,5%.
Dari sisi kinerja penerimaan pajak juga terbilang buruk.

Hide Ads