Gapasdap Minta Naik Tarif Tapi Ditolak Kemenhub, Kenapa?

Gapasdap Minta Naik Tarif Tapi Ditolak Kemenhub, Kenapa?

Soraya Novika - detikFinance
Selasa, 04 Feb 2020 14:06 WIB
Jelang libur Natal dan Tahun Baru 2020, Pelabuhan ASDP Ketapang mulai melakukan persiapan terkait penyeberangan Pulau Jawa dan Bali. Salah satunya perbaikan breasting dolphin atau tempat tambat dermaga Ponton.
Ilustrasi/Foto: Ardian Fanani
Jakarta -

Permohonan penyesuaian tarif atau kenaikan tarif yang diajukan Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) ditolak pemerintah.

Dari besaran kenaikan tarif 38% yang diajukan Gapasdap, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) hanya sepakati kenaikan sebesar 28%. Itu pun dinaikkan bertahap selama tiga tahun.

Apa yang membuat Kementerian Perhubungan berat mengabulkan permohonan tersebut?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Ketua Umum DPP Gapasdap Khoiri Soetomo, penolakan terjadi lantaran pihak Kementerian Perhubungan menganggap kewenangan penerapan tarif itu sepenuhnya ada di tangan kementerian lain yakni Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves).

"Karena kami ada Kementerian (Kemenkomarves) di atasnya yang selama ini tidak pernah ada," ujar Khoiri dalam konferensi pers di Hotel Merlyn Park, Jakarta, Selasa (4/2/2020).

ADVERTISEMENT

Kemenhub, kata Khoiri tak bisa memenuhi sepenuhnya ajuan kenaikan tarif tersebut lantaran terganjal kebijakan Instruksi Presiden (INPRES) Nomor 7 Tahun 2019 tentang Percepatan Kemudahan Berusaha.

"Ada INPRES No.7 tahun 2019, bunyinya percepatan kemudahan berinvestasi. Kita tim DPP Gapasda sudah membuat kajian hukum, tidak menemukan satu kalimat pun yang menunjukkan korelasi langsung antara INPRES no 7 tahun 2019 ini dengan penyesuaian tarif DPP Gapasdap," keluhnya.

Saat mengajukan hal serupa kepada Kemenkomarves pun diberikan respons yang sama. Bedanya, Kemenkomarves membentengi diri dengan INPRES NO.7 Tahun 2017.

"Ada lagi, setelah kita menghadap ke Kementerian Maritim dan Investasi konon ditunjukkan lagi INPRES no.7 tapi tahunnya bukan 2019 tapi tahun 2017, setelah kita pelajari ternyata sama saja, itu juga tidak ada korelasi langsung. Sehingga saya merasa, pak Jokowi yang terhormat, banyak antar kementerian yang tidak bagus koordinasinya dan yang menjadi korban bukan hanya kami," sambungnya.

Pihak Gapasdap merasa beleid yang diajukan kedua Kementerian tersebut hanya sebagai tameng yang menunjukkan ketidakberpihakan terhadap angkutan perhubungan nasional.

"Ini seperti ada usaha supaya pengusaha nasional angkutan penyeberangan ini yang tergabung dalam Gapasdap biar mati suri dan segera tergantikan oleh para investor asing dengan meminjam bendera Indonesia untuk menjadi sebuah perusahaan, saya tidak tahu mudah-mudahan perkiraan dan analisa saya itu salah semua," ungkapnya.




(eds/eds)

Hide Ads