Untuk itu, Marwan mengatakan perlu adanya penanganan pemerintah atas masalah garam. Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan pendekatan kewilayahan (regionalisasi).
"Regionalisasi akan membuat penanganan lebih cepat. Cakupan wilayah yang lebih terbatas akan menjadikan penanganan lebih efektif," ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (9/3/2020).
Baca juga: Garam Lokal Bakal Diserap 1,5 Juta Ton |
Dengan adanya regionalisasi, Anggota Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) ini menilai pemerintah dapat memproteksi petani garam. Misalnya dimulai dengan edukasi, pendampingan, hingga distribusi. Temasuk mengambil peran dalam advokasi harga.
Menurutnya, ada dua permasalahan garam yang muncul setiap tahunnya. Pertama adalah harga yang anjlok. Kedua adalah anggapan bahwa garam rakyat kualitasnya masih rendah, sehingga tidak masuk pada garam industri.
Kualitas garam rakyat masih sering disebut di bawah Standar Nasional Indonesia (SNI) lantaran kadar NaCl kurang dari 94%. Padahal standar untuk garam konsumsi berkadar NaCl paling tidak 94% dan garam industri memerlukan kadar NaCl di atas 97%.
"Fasilitasi dan pendampingan kepada petani garam perlu lebih ditingkatkan. Salah satunya dengan lebih mengoptimalkan program pengembangan usaha garam rakyat (Pugar) agar semua garam petani benar-benar memenuhi SNI," ucapnya.
Menurutnya, program pemberdayaan petani harus didukung dengan kebijakan lain, seperti impor. Pemerintah perlu lebih bijak dalam mengambil langkah impor.
"Jadi, edukasi, pemberdayaan dan pendampingan kepada petani garam untuk memacu kualitas harus berjalan efektif sehingga dapat menekan impor garam," sebutnya.
(dna/dna)