Seberapa Penting Pembahasan RUU Cipta Kerja di Tengah Corona?

Seberapa Penting Pembahasan RUU Cipta Kerja di Tengah Corona?

Soraya Novika - detikFinance
Jumat, 17 Apr 2020 16:33 WIB
tenaga kerja asing
Foto: Fuad Hasim/Tim Infografis
Jakarta - Pembahasan terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja nyatanya terus berlanjut bahkan di tengah pandemi virus Corona. Meski mendapat banyak penolakan, DPR RI justru telah menyepakati omnibus law RUU Cipta Kerja ini untuk dibahas di Badan Legislasi (Baleg).

Lalu, seberapa penting pembahasan RUU Cipta Kerja ini berlanjut di tengah pandemi Corona?

Menurut Guru Besar Statistika IPB Khairil Anwar Notodiputro pembahasan terkait RUU ini penting untuk terus dilaksanakan. Namun, dirinya mewanti-wanti pemerintah agar melaksanakan pembahasan terkait beleid tersebut dapat dilakukan secara terbuka kepada publik.

"RUU Omnibuw Law ini menurut hemat saya penting untuk dibahas terus bahwa apakah harus sekarang atau tidak saya kira itu ada hitungan-hitungan politiknya. Lalu, bagaimana komunikasi pemerintah itu memang penting harus dibuat sedemikian rupa agar bisa memberikan motivasi bukan justru mempertajam konflik," ujar Khairil dalam konferensi pers virtual, Jumat (16/4/2020).

Khairil menerangkan alasan pentingnya pembahasan dan pengesahan terhadap RUU tersebut. Alasan utamanya karena memang selama ini undang-undang di Indonesia sudah begitu banyak serta saling tumpang tindih bahkan berseberangan. Hal itu perlu dibenahi agar mempermudah izin usaha serta masuknya investasi hingga akhirnya bermanfaat juga bagi penciptaan lapangan kerja.

"Kita lihat faktanya saja, bahwa ada 12.400-an peraturan sampai 2015 itu. Kan luar biasa. Saya karena pernah juga di birokrasi merasakan bahwa peraturan itu tidak hanya tumpang tindih tapi memang bertentangan. Sehingga birokrasi menjadi pusing, akibat pusing jadi kemana-mana," tambahnya.

Di sisi lain, Kepala Departemen Ekonomi CSIS Yose Rizal Damuri juga menyayangkan sikap pemerintah yang terkesan tergesa-gesa serta menutup-nutupi pembahasan RUU ini. Harusnya pemerintah bisa lebih terbuka dan tak terburu-buru agar hasilnya menguntungkan semua pihak.

"Kan kita tau sendiri bagaimana undang-undang itu biasanya mengambil waktu 3-4 tahun untuk selesai, prolegnas tahun kemarin itu aja, dari 50 cuma 3 yang selesai atau 4. Ini memang proses yang kayaknya mau ngebut tanpa memperhitungkan komunikasi terutama komunikasi politik yang kelihatan," kata Yose.

Menurut Yose, tindakan seperti itu justru menjadi bumerang sendiri buat pemerintah. Membuat niat baik yang ingin disampaikan malah menjadi samar kemudian dipolitisasi pihak yang memiliki kepentingan.

"Akibatnya cenderung ini diambil untuk diskursus politik yang mempertentangkan antara investasi dengan pekerja, dunia usaha dengan pekerja, selalu yang muncul itu narasinya seperti itu," pungkasnya.


(dna/dna)

Hide Ads