Jakarta -
Rencana PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel di Konawe Sulawesi Tenggara untuk memanggil 500 TKA China yang bekerja di smelter menjadi polemik. Rencana ini dikritisi habis-habisan oleh pemerintah daerah setempat.
Tak ingin jadi polemik berkepanjangan, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menunda rencana kedatangan 500 TKA dari China. Penundaan dilakukan hingga keadaan normal dan dinyatakan aman.
Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah disebut telah menginstruksikan kepada Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja (Binapenta) Aris Wahyudi untuk memerintahkan PT Virtue Dragon Nickel Industry dan PT Obsidian Stainless Steel di Konawe menunda kedatangan ratusan TKA dari China.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita putuskan untuk menunda rencana kedatangan 500 TKA sebagai upaya memutus mata rantai penyebaran pandemi COVID-19," ujar Kepala Biro Humas Kemnaker, R. Soes Hindharno dalam keterangannya, Selasa (5/5/2020).
Soes juga mengatakan Kemnaker sudah berkoordinasi dengan pemerintah daerah setempat terkait masalah TKA ini. Dia juga menerangkan penundaan kedatangan ratusan TKA China ini merupakan usulan dari Gubernur Sulawesi Tenggara dan Ketua DPRD Sulawesi Tenggara.
Bila ditarik kembali, sebetulnya apa yang membuat rencana pemanggilan TKA China ini jadi polemik?
Klik halaman berikutnya >>>
Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Tenggara (Sultra) bersama DPRD sepakat menolak rencana kedatangan 500 TKA asal China. Dua perusahaan pemurnian nikel diketahui sudah mendapat izin dari pemerintah pusat pada 22 April lalu untuk melakukan 'impor' tenaga kerja dari China.
Menurut Gubernur Sultra Ali Mazi apabila ratusan TKA ini masuk ke Konawe, suasana kebatinan masyarakat belum bisa menerima mereka.
"Meskipun rencana kedatangan TKA tersebut merupakan kebijakan pemerintah pusat dan sudah melalui mekanisme protokol COVID-19, namun suasana kebatinan masyarakat di daerah belum ingin menerima kedatangan TKA," ujar Ali di Kendari, seperti dilansir Antara, Rabu (29/4/2020).
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Sultra Muhammad Endang menegaskan semua pimpinan DPRD siap membuat pernyataan resmi yang ikut ditandatangani Gubernur dan Forkopimda Sultra, guna meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) membatalkan kebijakan tersebut.
"Kami akan menggelar sidang paripurna untuk mengirim surat ke presiden agar membatalkan rencana kebijakan izin kedatangan 500 TKA tersebut," ujar Muh Endang.
Serikat buruh lokal pun sempat protes soal rencana ini. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut hal ini dapat menyalahi aturan pemerintah yang melarang orang asing masuk ke Indonesia saat pandemi virus Corona.
"Pertama, melanggar status bencana yang telah dicanangkan oleh Presiden Jokowi, di mana di saat pandemi ini orang asing tidak boleh masuk ke Indonesia. Begitu pun sebaliknya, orang Indonesia tidak boleh pergi ke luar negeri. Maka sangat miris ketika mengetahui 500 TKA justru diizinkan bekerja di Indonesia," kata Said dalam keterangan tertulis, Minggu, (3/5/2020).
Klik halaman berikutnya >>>
Said menilai Kemnaker telah melanggar Undang-Undang (UU) tentang Ketenagakerjaan dengan mendahului TKA untuk bekerja dibanding orang Indonesia. Said menyebut hal ini tidak tepat dilakukan saat jutaan orang Indonesia terancam kehilangan pekerjaan.
"Kedua, alasan Plt Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja tidak ada tenaga kerja skills workers serta tidak ada orang Indonesia yang bersedia bekerja di perusahaan tersebut justru semakin menegaskan adanya pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan," papar Said.
"Alasan yang disampaikan Kemnaker itu seperti membuka borok sendiri bahwa Kemnaker dan kementerian terkait tidak menjalankan perintah UU 13 Tahun 2003. Lebih parah lagi, hal ini dilakukan di tengah pandemi Corona yang menyebabkan jutaan orang Indonesia terancam kehilangan pekerjaan," sambungnya.
Said menyebut kedatangan 500 TKA China dapat mencederai keadilan buruh Indonesia. Terlebih, kata Said, pekerjaan yang akan diberikan kepada para TKA akan melukai perasaan buruh yang sedang dirundung pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Ketiga, kedatangan 500 TKA China tersebut melukai dan mencederai rasa keadilan buruh Indonesia. Darurat PHK (pemutusan hubungan kerja) terjadi di depan mata, tetapi justru pekerjaan yang ada akan diserahkan ke asing," jelas Said.