Jaminan tersebut tidak bisa diperoleh dari kelas-kelas pelatihan di Program Kartu Prakerja. Kondisi dunia usaha yang sedang terpuruk membuat hal tersebut sulit dicapai.
Ketua Bidang Ketenagakerjaan, Vokasi, dan Kesehatan Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP HIPMI) Sari Pramono menyarankan, agar penyusunan program pemerintah mestinya melibatkan pekerja dan pelaku usaha. Dengan demikian, hasilnya akan bermanfaat bagi pekerja dan pengusaha.
"Soal Program Kartu Prakerja, seharusnya pemerintah melibatkan kita (pengusaha)," ujar Sari, seperti keterangan tertulisnya di Jakarta, Selasa (12/5/2020).
Selain itu, Sari mengharapkan pemerintah juga seharusnya melibatkan dunia usaha untuk memberi masukan terkait keterampilan pekerja yang dibutuhkan. Perlu kecocokan antara pekerja dan dunia usaha.
"Meskipun keterampilan pekerja meningkat lewat Program Kartu Prakerja, jika kompetensi itu tidak sesuai dengan yang kebutuhan pelaku usaha, pekerja tidak akan terserap," ucap Sari.
Peluang kesempatan bekerja bagi terdampak COVID-19 semula diharapkan melalui Program Kartu Prakerja. Namun, ternyata kelas pelatihan berbasis online untuk menambah kompetensi pekerja tidak memberi peluang penempatan kerja.
"Program Kartu Prakerja jika mau ada pelatihannya harus didasari dengan kompetensi. Kompetensi bisa untuk jadi pengusaha," ungkap Sari
Menurutnya, tidak ada hubungan dan kesesuaian program tersebut dengan dunia usaha, terutama di tengah kondisi ekonomi yang saat ini sedang terpukul. Penggodokan berbagai program dan kebijakan pemerintah seharusnya melibatkan masukan pekerja.
Sari menilai, kucuran senilai Rp 1 juta untuk penerima Program Kartu Prakerja yang dialokasikan untuk pelatihan online harus diisi dengan yang lebih bermanfaat.
"Biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta harus lebih ada manfaat misalkan langsung kasih sembako ataupun pelatihannya harus bermanfaat. Dan calon pekerja tersebut harus sesuai kebutuhan perusahaan yang merekrut, jadi semua stakeholder pengusaha harus dilibatkan," imbuh Sari
(dna/dna)