Pro dan kontra soal aman atau tidaknya olahraga pakai masker masih jadi pembicaraan. Ada yang menyebut penggunaan masker saat olahraga aman, ada juga yang bilang berbahaya.
Meski begitu, banyak produk masker khusus olahraga dijual, terutama di media sosial. Tak hanya itu, merek pakaian olahraga ternama dunia Under Armour juga sudah mengeluarkan rancangan khusus untuk masker olahraga yang dijual dengan harga US$ 30 atau sekitar Rp 438.000 (kurs Rp 14.600).
Melihat kondisi tersebut, apa masih cocok masker olahraga dijadikan sebagai peluang bisnis?
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Perencana Keuangan dari Advisors Alliance Group Andy Nugroho, pro dan kontra masker untuk olahraga dapat dilihat sebagai peluang bisnis bagi seseorang. Bahkan, pro-kontra itu bisa dijadikan sebagai ajang branding dengan tetap mengedukasi masyarakat akan fungsi dari masker olahraga yang hendak dijual.
"Dengan pro kontra yang ada, kita ini kan dalam kerangka berbisnis. Tetap dilihat peluangnya adalah dengan diwajibkannya orang pakai masker, pasti makin banyak orang yang pakai masker. Di satu sisi masyarakat bisa dimanfaatkan sebagai alat branding," kata Andy kepada detikcom, Kamis (23/7/2020).
Untuk memulai produksinya, Andy menyarankan pemain baru membuat masker di tahap awal dengan jumlah yang tak begitu banyak. Lalu, jual produksi tahap awal itu sebagai tahap percobaan untuk melihat respons pasar.
"Poin saya potensinya besar apalagi pemain baru. Tapi produksinya jangan banyak dulu, tes pasar dulu. Mungkin 100-200 pieces (pcs) dulu. Lihat respons pasar bagaimana," ujar Andy.
Dihubungi secara terpisah, Perencana Keuangan dari Finansial Consulting Eko Endarto mengatakan, sang pebisnis baru ini bisa memanfaatkan orang-orang terdekat lebih dahulu. Nantinya, pebisnis tersebut bisa meminta kritik dan saran terhadap produk masker olahraganya sebelum dijual ke masyarakat umum.
"Saran saya coba saja ke relasi yang dia punya. Tesnya ke situ. Atau dia punya teman, misalnya yang mau beli hanya 20, berarti 20% itu sudah cukup bagus sebenarnya. Tinggal bagaimana 20% itu dikembangkan menjadi 100%. Di situlah dia uji, bertanya, dan sebagainya. Kekurangannya apa, kelebihannya apa, bersedia nggak temannya untuk share, dan sebagainya," imbuh dia.
Berlanjut ke halaman berikutnya.
Tahap percobaan itu merupakan langkah penting untuk menyiapkan diri sebelum masuk ke pasar yang lebih besar.
"Jadi jangan bicara besar dulu, sebelum kecilnya ditangani. Nanti ketika besar, permintaan banyak, tapi dia nggak mampu kan ya nanti bermasalah juga," tutur Eko.
Jika ingin memanfaatkan media sosial, pebisnis tak perlu menunggu untuk akunnya memiliki banyak pengikut dulu sebelum memasarkan.
"Saya sarankan nggak perlu berpikir harus followers banyak sampai membeli followers dan sebagainya. Sebenarnya nggak efektif juga kalau nggak ada yang membeli. Lebih baik sedikit, dia cuma buat 5, tapi semuanya habis. Daripada buat 50 yang terjual hanya 5, walaupun followers-nya banyak kan percuma," jelasnya.
Lalu, ia juga menyarankan agar pebisnis baru yang ingin berjualan masker olahraga mengejar pasar yang berbeda. Mengingat saat ini sudah banyak pemain kecil hingga besar dalam pasar masker non medis, Eko mengatakan pebisnis baru bisa mengincar komunitas olahragawan terlebih dahulu.
"Kalau dulu kan medis saja, jadi mahal. Tapi sejak diumumkan masker kain sudah bisa, mau nggak mau harga masker medis harus turun. Tapi kan sudah banyak banget pemainnya, caranya bagaimana? Ya dia harus punya cara lain, harus punya service yang berbeda dengan tempat lain. Seperti tadi caranya masuk ke komunitas. misalnya komunitas olahraga, ya jangan semua olahraga masuk. Misalnya dia masuk ke kalangan sepeda, atau kalangan jogging. Itu mungkin bisa cara dia membuat masker dia lebih unik dengan yang lainnya," tutup Eko.
(ara/ara)